URGENSI PEMBENTUKAN PERPUSTAKAAN
KECAMATAN
“Sarana pemerataan akses informasi dan sinergi
perpustakaan bergerak”
Oleh : Asih Winarto, S.I.Kom.
Munculnya kesadaran masyarakat akan arti
penting informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian
hidup kian terasa. Muncul para penggerak
literasi yang bergiat dengan berbagai cara dalam upaya mendekatkan buku di
masyarakat. Sebut saja misalnya, Motor
Pustaka daerah Lampung yang dimotori oleh Sugeng Haryono. Kuda Pustaka Gunung
Slamet, Becak Literasi “Mbah Topo”
DIY, Ransel Pustaka, Noken Pustaka dari Papua, Cakruk Baca "Eko Sanyoto" dan masih banyak lagi. Baru-baru ini juga muncul di
Jawa Tengah tepatnya di sekitar Ungaran dengan armada angkot yang kemudian dibranding dengan sebutan angkot pustaka
yang dilakukan oleh bapak Sudaryanto jalur trayek Karangjati-Babadan-Ungaran
menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menyadari akan arti pentingnya
keberadaan buku di sekitar mereka tinggal dan beraktivitas. Kondisi geliat
literasi yang telah diprakarsai oleh warga masyarakat tentu sangat membantu
upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan budaya baca dan literasi di masyarakat.
Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan, terutama Pasal 8 (b) mengisyaratkan kepada pemerintah
baik provinsi maupun pemerintah daerah agar menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara
merata di masing-masing wilayah kerjanya. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk
segera mengupayakan pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan perpustakaan di
setiap wilayah dalam rangka memenuhi ketersediaan layanan perpustakaan yang
merata serta dalam rangka untuk mendukung sinergi perpustakaan bergerak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan membentuk serta merevitalisasi perpustakaan umum di wilayah kecamatan dalam rangka mendekatkan layanan
perpustakaan pada masyarakat sekaligus difungsikan sebagai tempat untuk memasok
buku kepada para pegiat literasi yang berjuang dalam mensirkulasikan buku di
daerah pinggiran dan pedesaan.
Arti penting keberadaan perpustakaan bagi kehidupan warga
masyarakat sesungguhnya telah
dijabarkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta beberapa
pasal dalam batang tubuhnya, seperti : pasal 31 tentang pendidikan, pasal 32
tentang kebudayaan dan pasal 28 (f) tentang informasi. Dalam
Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas dapat terwujud apabila warga
masyarakatnya juga hidup cerdas. Para
pejuang kemerdekaan menitipkan pesan kepada pemerintah dan juga bagi setiap
warga masyarakat agar hidup cerdas. Oleh karenanya pemerintah wajib menyediakan
sarana belajar dan setiap warga negara harus belajar. Warga masyarakat yang
tidak mau belajar dan pemerintah yang tidak menyediakan sarana belajar
sesungguhnya telah mengingkari tujuan kemerdekaan.
Dalam Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 31
ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan. Pada ayat
2 disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Kewajiban
melakukan pendidikan dasar apabila telah terselesaikan,
agar tetap terwujud insan yang cerdas sesungguhnya masyarakat membutuhkan
sarana untuk selalu belajar guna menambah pengetahuan untuk meningkatkan
kemandirian hidupnya. Sarana untuk selalu belajar dan tempat yang demokratis
untuk mendorong dan mewujudkan insan pembelajar adalah perpustakaan. Sebagai
konsekuensi dari kelanjutan pendidikan dasar, maka pemerintah wajib pula
menyediakan perpustakaan bagi masyarakat sebagai tempat belajar sepanjang hayat
untuk mewujudkan insan pembelajar menuju terwujudnya bangsa yang cerdas guna
mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa. Pasal 32 UUD 1945 mengamanatkan
bahwa negara memajukan kebudayaan nasional. Perpustakaan terbukti telah menjadi tempat pelestari khasanah budaya
umat manusia, karena hampir semua
pengetahuan terekam dan tersimpan di perpustakaan.
Ketersediaan perpustakaan sebagai tempat belajar sepanjang hayat
yang didukung dengan literature serta
koleksi khasanah budaya bangsa dan juga berbagai pengetahuan serta layanan
informasi sejalan dengan amanah pasal 28 (f) UUD 1945 tentang pemenuhan
hak berkomunikasi dan memperoleh informasi. Disebutkan bahwa setiap orang
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-undang 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan,
bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem baku guna
memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi
bagi para pemustaka. Keberadaan perpustakaan di tengah masyarakat sangat
dinantikan selain untuk mewujudkan
insan pembelajar juga sebagai
salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan akan hak masyarakat dalam
berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Urgensi Pembentukan
Perpustakaan
Lokasi Perpustakaan Umum baik itu
Perpustakaan Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota sebagian besar berada di
pusat pemerintahan yang jauh dari jangkauan masyarakat desa, sehingga
keberadaan perpustakaan umum itu masih dirasa kurang manfaatnya bagi masyarakat
terutama yang tinggal di wilayah pinggiran atau desa. Belum lagi kondisi
masyarakat daerah pinggiran yang masih sulit dalam mengakses informasi digital,
sehingga makin memperlebar terjadinya jarak kesenjangan informasi baik digital
maupun informasi tercetak seperti buku, surat kabar maupun majalah antara
masyarakat perkotaan dengan masyarakat di daerah pinggiran atau desa. Padahal
sebagian besar masyarakat kita tinggal
di wilayah pedesaan. Keberadaan perpustakaan desa sebagian memang sudah ada.
Namun kondisinya masih sangat minim dan jauh dari standar minimal yang
ditetapkan, terutama terkait dengan jumlah koleksi maupun layanan akses
informasi digital melalui layanan internet yang diberikan. Munculnya para
pegiat literasi dalam mendekatkan koleksi di daerah pinggiran juga terkadang
terbentur akan jumlah koleksi yang dimiliki sehingga kehadirannya belum mampu
memenuhi akan dahaga
kebutuhan akses informasi yang masyarakat butuhkan dalam upaya meningkatkan
pengetahuan untuk mencapai kemandirian dalam mengoptimalkan kemampuan sumber
daya manusia (SDM)
dan sumber daya alam (SDA) di daerah pinggiran.
Masyarakat pinggiran dan juga para pegiat literasi membutuhkan pasokan buku dan
juga tempat untuk mereka melakukan sinergi dalam upaya pemerataan dan juga
pemenuhan akses informasi. Kehadiran perpustakaan umum di tingkat Kecamatan yang
representatif mutlak dibutuhkan sehingga akan memudahkan bagi para pegiat
literasi dalam mengakses buku untuk kemudian didekatkan kepada masyarakat
pinggiran dan pedesaan terutama di wilayah yang belum nampak berdiri
perpustakaan desa.
Pada saat ini keberadaan
Perpustakaan Kecamatan antara ada dan
tiada. Undang-undang Perpustakaan menjelaskan tentang jenis-jenis perpustakaan
di Indonesia yang salah satunya adalah perpustakaan umum kecamatan. Namun
sampai saat ini kehadiran dan keberadaan perpustakaan di wilayah kecamatan masih sangat
jarang ditemukan. Jumlah
Perpustakaan Umum Kecamatan di Indonesia pada Tahun 2017 sebanyak 600 buah
perpustakaan dari 7,094 kecamatan di Indonesia atau baru ada sebanyak 8 % (Joko Santoso: Transformasi Layanan Perpustakaan
Umum Berbasis Inklusi Sosial 2019) Sementara itu sampai awal tahun 2018, sebagai gambaran
saja untuk keberadaan perpustakaan umum kecamatan di Kabupaten
Semarang baru ada 2 buah dari total 19 kecamatan yang ada atau sebanyak 10.5 %. Yang pertama adalah Unit
Layanan Perpustakaan Ambarawa merupakan kepanjangan tangan dari Seksi Layanan Perpustakaan pada Dinas
Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Semarang yang berada di wilayah Kecamatan Ambarawa.
Sedangkan yang kedua adalah
Perpustakaan Umum Kecamatan Susukan dibentuk atas inisiatif dari Pemerintah
Kecamatan yang bertanggungjawab kepada camat.
Sesungguhnya pembentukan
perpustakaan umum kecamatan sudah diatur dalam standar minimal perpustakaan
umum ( SNP 004 : 2011 ) serta Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang standar nasional perpustakaan kecamatan.
Dijelaskan bahwa perpustakaan kecamatan adalah perpustakaan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan yang mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengembangan perpustakaan di wilayah kecamatan serta melaksanakan
layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras,
agama, status sosial ekonomi dan gender. Namun sampai saat ini masih
belum banyak dilakukan pembentukan
perpustakaan kecamatan yang diprakarsai oleh pemerintah kecamatan dengan
nomenklatur perpustakaan umum kecamatan yang bertanggungjawab langsung kepada
camat. Kondisi yang demikian perlu segera dicarikan solusi untuk mewujudkan
pertumbuhan perpustakaan umum di setiap wilayah kecamatan. Masyarakat dan juga
para penggerak literasi sangat menunggu keberadaan perpustakaan kecamatan.
Entah itu dalam bentuk nomenklatur perpustakaan umum kecamatan yang diprakarsai
dan bertanggung jawab kepada camat, ataupun Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Layanan Perpustakaan dibawah koordinasi seksi layanan sebagai suatu kepanjangan
tangan dari Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan
Kabupaten/Kota.
Sinergi
Perpustakaan Bergerak
Perpustakaan Nasional mempunyai tagline
perpustakaan yang menjangkau masyarakat. Untuk mendukung dan mewujudkan visi
perpustakaan nasional 2019 yaitu Indonesia Membaca perlu didukung oleh seluruh
komponen bangsa, termasuk peran perpustakaan umum kabupaten / kota melalui
pembentukan perpustakaan umum kecamatan sebagai basecamenya para penggiat literasi dalam mensirkulasikan koleksi yang hendak dibawa ke daerah pinggiran yang
jauh dari akses buku. Kehadiran pegiat literasi dengan beberapa koleksi buku
yang dibawa di tengah masyarakat terbukti mampu menampik anggapan rendahnya
minat baca masyarakat. Ketersediaan buku untuk dihadirkan di tengah masyarakat
yang sedang haus akan sumber bacaan dirasa masih kurang sehingga perlu tindakan
cepat guna menunjang kegiatan para pegiat literasi. Pemerintah pusat telah
melakukan terobosan baru melalui program pengiriman buku gratis via pos untuk
para pegiat literasi setiap tanggal 17. Pengiriman buku gratis melalui kantor
pos, hingga saat ini telah mencapai 140 ton buku dengan nilai Rp. 7 Milyar yang
tersebar ke seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan.
Penggiat literasi seperti Motor Pustaka, Kuda
Pustaka, Ransel Pustaka, Noken Pustaka, Cakruk Baca, Angkot Pustaka pada hakekatnya
melakukan kegiatan layaknya layanan perpustakaan keliling yang sudah lebih dahulu dilakukan oleh Perpustakaan Umum baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Hanya yang membedakan mereka bergerak atas inisiatif dan biaya
operasional sendiri, sedangkan perpustakaan keliling pemerintah dibiayai dari dana pemerintah.
Jadi sangat wajar apabila apa yang
dilakukan oleh para pegiat literasi mendapat sorotan
media dan pantas untuk diberikan suatu apresiasi yang luar biasa. Media
layanan perpustakaan keliling yang
dilakukan pemerintah provinsi maupun kabupaten / kota dengan menggunakan mobil
maupun motor perpustakaan keliling. Sedangkan media yang dilakukan oleh para
pegiat literasi bermacam-macam dan dibranding dengan nama yang lebih populer
dengan pendekatan pada alat transportasi masyarakat setempat sehingga lebih membumi dari
pada layanan perpustakaan keliling selama ini dengan media mobil dan motor
perpustakaan keliling yang dilakukan oleh perpustakaan.
Terlepas dari itu semua pada prinsipnya adalah satu tujuan yaitu dalam rangka mendekatkan buku kepada
masyarakat.
Melalui perpustakaan keliling ketersediaan
koleksi di masyarakat akan semakin banyak sehingga berdampak positif kepada
peningkatan budaya baca masyarakat. Namun apabila ditinjau dari aspek biaya
yang ditimbulkan dari pelaksanaan layanan perpustakaan keliling yang armadanya
berada di Perpustakaan Umum Provinsi atau Kabupaten/Kota maka yang kelihatan
mencolok adalah besarnya biaya operasional yang ditimbulkan karena letak armada
perpustakaan keliling berada di pusat
kota provinsi atau kabupaten. Sehingga
biaya operasional didominasi dengan biaya perjalanan
dinas dan perawatan armada, sedangkan biaya
untuk penambahan koleksi perpustakaan keliling sangat sedikit. Padahal
tujuan awal layanan perpustakaan keliling adalah
untuk menambah jumlah pasokan buku di masyarakat. Melalui revitalisasi
perpustakaan kecamatan diharapkan nantinya armada berupa mobil maupun motor
perpustakaan keliling dapat dipusatkan di perpustakaan kecamatan sehingga
komponen biaya operasional keliling dapat ditekan. Lebih-lebih ada tambahan
armada dari para penggerak literasi, sehingga akan terjadi sinergi bersama
dalam upaya memenuhi kebutuhan buku di masyarakat.
Kalau kita tinjau kembali fungsi dari
perpustakaan keliling salah satunya adalah menjadi prototif dari pada layanan
perpustakaan menetap. Namun dalam prakteknya masih cenderung dilakukan untuk
layanan droping buku. Sehingga fungsi untuk menghidupkan perpustakaan menetap
kurang menonjol. Apabila kegiatan
perpustakaan keliling yang sudah lama dilakukan pada
tiap pos-pos layanan perpustakaan keliling dilakukan dengan pendekatan
dalam rangka membentuk perpustakaan
menetap maka saat ini pastinya sudah nampak tumbuh
dan berkembang perpustakaan menetap di bekas pos-pos layanan
yang dijadikan tempat mangkal perpustakaan keliling. Namun kenyataannya
tidaklah demikian, sehingga perlu ditinjau kembali fungsi perpustakaan keliling
dalam upaya menumbuhkan perpustakaan menetap di suatu wilayah dimana pos
layanan keliling berada. Selain itu, revitalisasi perpustakaan kecamatan juga
diharapkan dapat melaksanakan fungsi pembinaan dan pengembangan perpustakaan maupun
pojok baca serta taman bacaan. Sehingga kegiatan monitoring dan evaluasi
terhadap semua jenis perpustakaan di wilayah kabupaten/kota yang selama ini
dilakukan akan terbantu dengan adanya kegiatan
monitoring dari Perpustakaan Kecamatan. Pembentukan dan revitalisasi perpustakaan kecamatan
mendesak untuk segera dilakukan sebagai wujud dari tanggung jawab pemerintah dalam
menyediakan sumber belajar bagi warganya, dan bukti nyata melaksanakan amanah
dari para pejuang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga !
Sumber Rujukan :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan
3. SNP 004:2011 Perpustakaan
Kecamatan
4. Peraturan Kepala Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Kecamatan ;