Pengembangan Koleksi



PENGEMBANGAN KOLEKSI
Abstrak

Pengembangan koleksi perpustakaan merupakan upaya untuk memenuhi dan meningkatkan kualitas penyediaan bahan perpustakaan agar mencukupi kebutuhan pemustaka. Perpustakaan sebagai penghubung yang mempertemukan antara buku dengan pembacanya sudah semestinya melakukan pengembangan koleksi. Koleksi perpustakaan yang baik akan senantiasa terbarukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pengembangan koleksi perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pengelola perpustakaan dengan sinergitas para stake holders.

Keyword : Pengembangan koleksi, Bahan Perpustakaan.

A.  Pendahuluan.
            Salah satu sarana dalam menunjang proses belajar dan mengajar di  sekolah adalah perpustakaan. Perpustakaan sekolah dewasa ini bukan hanya merupakan unit kerja yang menyediakan bacaan guna menambah pengetahuan dan wawasan murid, akan tetapi juga merupakan bagianintegral dalam pembelajaran. Artinya, penyelenggaraan perpustakaan sekolah harus sejalan dengan visi dan misi sekolah dengan melakukan pengembangan koleksi dan mengadakan bahan bacaan bermutu sesuai kurikulum. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983) pengembangan koleksi merupakan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan penentuan dan koordinasi kebijakan seleksi, menilai kebutuhan pemakai, studi pemakaian koleksi, evaluasi koleksi, identifikasi kebutuhan koleksi, seleksi bahan perpustakaan, perencanaan kerjasama sumberdaya koleksi, pemeliharaan koleksi dan penyiangan koleksi perpustakaan.Sedangkan menurut Sulistyo Basuki pengertian pengembangan koleksi lebih ditekankan pada pemilihan buku. Pemilihan buku artinya memilih buku untuk perpustakaan. Pemilihan buku berarti juga proses menolak buku tertentu untuk perpustakaan. Selanjutnya pengertian pengembangan koleksi mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan bidang kepustakawanan.Pada prinsipnya pengembangan koleksi perpustakaan merupakan upaya meningkatkan kualitas perpustakaan melalui penyediaan bahan perpustakaan yang mencukupi dan sesuai kebutuhan pemustaka.
              Perpustakaan memiliki peran sebagai jembatan atau penengah yang mempertemukan antara kebutuhan pemustaka dengan koleksi yang tersedia di perpustakaan. Artinya perpustakaan sebagai tempat dipertemukannya pemikiran dari penulis buku dengan pembacanya atau antara pencari informasi dengan penulis informasi melalui hasil karya yang telah ditulisnya. Sesungguhnya perpustakaan harus mampu menyimpan khazanah budaya bangsa atau masyarakat tempat perpustakaan berada dan juga meningkatkan nilai dan apresiasi budaya masyarakat sekitar melalui proses penyediaan bahan bacaan (Wiji Suwarno, 2007 : 15).
      Tolak ukur keberhasilan perpustakaan diantarnya adalah kemampuan menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka. Pengembangan koleksi perpustakaan dilaksanakan agar koleksi senantiasa terbarukan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, untuk itu maka pengembangan koleksi bahan perpustakaan harus dilakukan secara reguler dan terprogram agar koleksi senantiasa up to date (sesuai perkembangan waktu atau zaman). Dengan koleksi yang selalu up to date maka diharapkan perpustakaan akan tetap diminati.
          Kebutuhan informasi pemustaka senantiasa berkembang sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga perubahan pola hidup masyarakat dalam pencarian dan pemberdayaan informasi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan profesi atau pekerjaannya. Pengembangan koleksi menjadi tanggung jawab pengelola perpustakaan, yang pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai hal : (1) Tujuan perpustakaan (2) kebutuhan informasi bagi pemustaka (3) ketersediaan dana (4) Varian subjek ilmu pengetahuan (5) Jenis Koleksi (6) Jumlah Koleksi (7) Harga (8) Kualitas penerbitan dsb. Dalam konteks lebih luas, pengembangan koleksi juga melibatkan seluruh pemangku kepentingan (Stake holders), pemustaka, pemerintah atau sekolah sebagai instansi induk perpustakaan sekolah (sebagai pihak pemberi dana), masyarakat, penerbit, pemasok, dan pimpinan.
        Untuk dapat melaksanakan tugas pengembangan koleksi dengan baik, pengelola perpustakaan sekolah hendaknya memahami berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan koleksi, (1) Tujuan pengembangan koleksi, (2) Prinsip-prinsip pengembangan koleksi, (3) Mekanisme atau prosedur pengembangan koleksi, serta (4) Kebijakan perpustakaan yang bersangkutan dengan pengembangan koleksi.
B.  Tujuan Pengembangan koleksi
        Pengembangan koleksi perpustakaan sekolah bertujuan : (1) Mengadakan Koleksi bahan perpustakaan yang dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan baik, rutin dan ajeg; (2) Mengadakan koleksi yang relefan atau sesuai dengan kebutuhan pemustaka sehingga koleksi yang ada dimanfaatkan secara maksimal; (3) Mengadakan koleksi yang berkualitas dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan (up to date), sehingga koleksi selalu aktual dan menarik minat baca pemakai; (4) Mengadakan koleksi dengan mengacu kepada kebijakan pengembangan koleksi yang jelas sehingga koleksi yang dihasilkan lebih berkualitas atau bermutu, seimbang dalam subjek, jenis, jumlah eksemplar dan kemutakhiran, sehingga koleksi yang ada dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan; (5) Menyediakan bahan perpustakaan yang tepat pada saat bahan perpustakaan tersebut diperlukan; (6) Menyediakan akses informasi yang lebih luas bagi pemustaka.
          Dengan membanjirnya informasi dalam skala global, perpustakaan sekolah diharapkan tidak hanya menyediakan buku bacaan saja namun juga perlu menyediakan sumber informasi lainnya, seperti bahan audio-visual dan multimedia, serta akses informasi ke internet. Akses ke internet ini diperlukan untuk menambah dan melengkapi pengetahuan anak dari sumber lain yang tidak dimiliki oleh perpustakaan di sekolah. Menyikapi hal ini pustakawan sekolah dan guru perlu mengajarkan kepada murid untuk dapat mengenali jenis informasi apa saja yang diperlukan dan menelusurinya melalui sumber informasi tersebut di atas. Untuk itu diperlukan program pengetahuan tentang literasi informasi di sekolah. Dengan mengikuti program semacam itu murid diarahkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui informasi yang diperolehnya. Kemampuan ini juga kelak akan bermanfaat di kemudian hari dalam meniti perjalanan kariernya. Perpustakaan sekolah hendaknya menyediakan akses ke sejumlah besar sumberdaya yang memenuhi kebutuhan pemustaka berkaitan dengan pendidikan, informasi dan pengembangan pribadi. Perkembangan koleksi yang terus menerus merupakan keharusan untuk menjamin pemustaka memperoleh pilihan terhadap materi baru secara tetap. Tenaga perpustakaan sekolah harus bekerjasama dengan administrator dan guru agar dapat mengembangkan kebijakan manajemen koleksi bersama. Pernyataan kebijakan semacam itu harus berdasarkan kurikulum, kebutuhan khusus dan kepentingan komunitas sekolah, dan mencerminkan keanekaragaman masyarakat di luar sekolah.
C.  Fungsi pengembangan koleksi
       Fungsi Pengembangan Koleksi adalah sebagai berikut : (1) Meningkatkan kuantitas koleksi perpustakaan, agar koleksi berkembang serta seimbang dalam varian subjek, jenis dan bentuk, serta formatnya dalam rangka mencukupi kebutuhan informasi bagi pemustaka; (2) Meningkatkan kualitas koleksi perpustakaan baik segi ketepatan subjek, kebaruan kandungan informasinya serta kesesuaian dengan kebutuhan informasi pemustaka; (3) Menjamin agar koleksi perpustakaan senantiasa up to date sehingga tetap diminati pemustaka.
D.  Konsep Pengembangan Koleksi Bahan perpustakaan
          Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional,  2005; 10)  diartikan bahwa kata pustaka artinya kitab; buku; kitab primbon. Dan orang perpustakaan mengatakan bahwa bahan perpustakaan adalah suatu koleksi perpustakaan, baik yang berupa buku maupun non buku, seperti koran, majalah, peta, brosur, dan sebagainya. Pengembangan koleksi berlangsung pada tahap awal rantai kegiatan perpustakaan dan digunakan untuk mengembangkan dan membina koleksi atau himpunan bahan perpustakaan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Secara definitif, pengertian pengembangan koleksi perpustakaan mencakup semua kegiatan untuk memperluas koleksi yang ada di perpustakaan, terutama berakaitan dengan kegiatan pemilihan akan evaluasi, serta pengadaan bahan perpustakaan. Kegiatan ini biasanya tertuang dalam program pengembangan koleksi yang isinya berbeda-beda antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya. Perbedaan itu dipengaruhi beberapa faktor, seperti kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi yang mempengaruhi terhadap kebijakan pendanaan, kebiasaan pemustaka, sikap masyarakat serta kondisi setempat. Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dan selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 23 bahwa perpustakaan sekolah harus memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan dengan menyediakan koleksi yang mendukung kurikulum pendidikan.
          Jika dipandang lebih jauh, pengembangan koleksi perpustakaan merupakan bagian dari kegiatan manajemen koleksi yang mencakup pengembangan kebijakan koleksi, alokasi biaya, seleksi, analisis koleksi, kajian penggunaan koleksi dan kajian pemustaka, pelatihan serta pengorganisasian staf pengembangan koleksi perpustakaan. Dari beberapa definisi pengembangan koleksi perpustakaan, dapat dipahami bahwa pengembangan koleksi pada intinya adalah usaha mengembangkan koleksi perpustakaan melalui suatu prosedur yang sudah ditetapkan berdasarkan kebijakan pengembangan koleksi yang ada dalam rangka menyediakan koleksi yang lengkap, up to date dan bermafaat bagi pemustaka. Pengembangan koleksi diperoleh dengan cara : (1) Pembelian; (2) Hadiah atau sumbangan ; (3) Tukar menukar; (4) Meminjam, menyewa, dan mengkopi (Ibrahim Bafadal, 2005 : 31-33).
E.  Ruang Lingkup Pengembangan Koleksi
          Dilihat dari konteks perpustakaan sebagai suatu sistem informasi, pengembangan koleksi merupakan subsistem masukan yaitu suatu tahapan awal dalam penyelenggaraan perpustakaan sebelum adanya kegiatan pengolahan dan layanan. Namun untuk perpustakaan yang sudah berjalan kegiatan pengembangan koleksi merupakan aktivitas yang dilakukan secara reguler dan terprogram secara terus menerus. Biasanya dilakukan pertahun, per semester, atau lebih cepat lagi per triwulan, atau bulanan bahkan setiap saat. Ruang lingkup pengembangan koleksi mencakup : (1). Kebijakan pengembangan koleksi. Kebijakan ini merupakan dasar dari perencanaan pengembangan koleksi. Kebijakan memberikan arah yang jelas terhadap pengembangan koleksi agar koleksi lebih terarah dan seimbang, baik dari segi jenis, bentuk, subjek ilmu, bahasa, dsb. Dasar penyusunan suatu kebijakan pengembangan koleksi adalah pengetahuan objektif mengenai tujuan pendidikan di mana perpustakaan berada, tujuan perpustakaan, buku yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan. Kurikulum yang berlaku, dan siapa pemustaka atau pemakai perpustakaan. Dengan pengetahuan itu pengelola perpustakaan merencanakan pengembangan koleksi bahan perpustakaan secara terarah dan lebih bermanfaat untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. (2). Seleksi. Kegiatan menyeleksi atau memilih dan menentukan jenis, kualitas dan kuantitas bahan perpustakaan yang akan diadakan. Seleksi dilakukan oleh pengelola perpustakaan bekerjasama dengan pimpinan, atau guru atau bisa masukan murid serta pemustaka atau pemakai perpustaka pada umumnya. (3). Pengadaan bahan perpustakaan. Pengadaan merupakan langkah lanjutan dari kegiatan seleksi. Pengadaan mengacu dari hasil kegiatan seleksi. (4). Penyiangan bahan perpustakaan. Kegiatan penyiangan yaitu salah satu kegiatan dari perawatan koleksi dengan cara mengeluarkan atau menarik bahan perpustakaan dari koleksi yang tidak terpakai dengan tujuan menjaga kesegaran dan daya guna koleksi perpustakaan.
F.  Jenis-Jenis koleksi Bahan perpustakaan
          Jenis koleksi perpustakaan terdiri beberapa macam bentuk, format, maupun isi serta cara melayankannya, yang dapat dibedakan dari berbagai segi. Pertama dari segi kemasan, ada kemasan tercetak (printed) dan non cetak (Non printed). Serta yang kedua, dari segi bahan. Ada bahan tercetak yang terdiri dari : buku, majalah, jurnal, bulletin, pamphlet, brosur, koran, kliping dll. Kemasan koleksi tercetak juga bermacam-macan kualitasnuya. Ada yang menggunakan kertas lux, ada pula yang berupa kertas koran. Ada yang hardcover dan ada juga yang paperback yaitu bahan perpustakaan non cetak yang terdiri dari : CD-ROM, kaset, gulungan film, slide, file kompurter, bentuk mikro, audio visual, e-book, dsb. Dari segi layanan perpustakaan terdapat jenis koleksi umum dan koleksi referensi. Koleksi umum, merupakan koleksi yang berisi ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin. Isinya biasanya uraian panjang lebar dan mendalam mengenai subjek tertentu. Jenis-jenisnya sebagai berikut: (1) Bentuk jenis buku teks, yaitu buku wajib untuk suatu mata pelajaran tertentu yang sudah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku; (2) Buku penunjang, yaitu buku pengayaan yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah untuk digunakan di sekolah; (3) Buku jenis fiksi (bersifat Imanjianatif) dan non fiksi (bersifat nyata) yang dapat merangsang bakat dan semangat bagi pemustaka; Buku-buku populer, yaitu buku-buku yang isinya ilmu pengetahuan umum yang populer; (4) Buku-buku hasil penelitian dsb., yaitu jenis koleksi buku-buku itu yang biasanya dilayankan untuk di baca di tempat, di pinjamkan, dan dapat di photo copy. Koleksi referensi, sebenarnya juga berbentuk buku, yang membedakan dengan buku koleksi umum seperti tersebut di atas adalah dan cara penyajian isinya. Isi buku referensi biasanya adalah informasi yang sifatnya mendasar dan rujukan otoritatif. Koleksi referensi terdiri dari kamus, ensiklopedia, buku tahunan (Almanak), buku pedoman, buku petunjuk, bibliografi, biografi, direktori, buku pintar, buku pegangan, produk hukum dll.
Koleksi referensi biasanya dilayankan dengan cara dibaca di tempat atau di foto copy, tidak dipinjamakan untuk di bawa pulang. Sekolah terkecil memiliki paling sedikit 1.000 judul materi perpustakaan yang relevan dan mutakhir agar stok buku berimbang untuk semua umur, kemampuan dan latar belakangnya. Paling sedikit 70% koleksi pengayaan terdiri dari buku non fiksi yang berkaitan dengan kurikulum.
G.  Penutup
          Pengembangan koleksi bahan perpustakaan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam membina dan menumbuhkembangkan daya tarik dan kesadaran minat baca. Kegiatan membaca tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan tersedianya bahan bacaan di perpustakaan yang memadai, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas bacaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan koleksi bahan perpustakaan : (1) Memilih buku atau bahan perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pemustaka serta disesuaikan dengan tujuan dan fungsi perpustakaan; (2) Buku yang dipilih hendaknya disediakan untuk semua pemustaka, tanpa memandang golongan, agama, aliran politik, serta keadaan dan fungsi perpustakaan; (3) Pemilihan buku hendaknya ditujukan untuk kepentingan belajar mengajar, demi kemajuan pengetahuan dan kekayaan jiwa dalam arti positif; (4) Pengaruh pribadi atau kepentingan satu pihak saja harus dihindari ; (5) Kualitas buku yang dipilih harus memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam hal subjek, reputasi pengarang, fisik, dan isinya; (6) Untuk mempermudah memilih atau menyeleksi bahan perpustakaan yang tepat, sebaiknya menggunakan alat bantu seleksi, yaitu  berupa katalog penerbit, bibliografi nasional, daftar tambahan koleksi, resensi buku, dasar kurikulum serta masukan dari murid dan guru atau pengunjung pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Bafadal, 2005.  Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.

Indonesia [Undang-undang,Peraturan,dsb...] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, 2007. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Indonesia [Undang-undang,Peraturan,dsb...] Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 11 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2005, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta Balai Pustaka.

Panduan Perpustakaan Sekolah, 2006. Perpustakaan Nasional RI,  Jakarta.

Wiji Suwarno, 2007. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan : Sebuah Pendekatan Praktis. Yogyakarta : Ar-Ruzz.

KESENJANGAN DIGITAL


KESENJANGAN DIGITAL
PENGHAMBAT LITERASI INFORMASI

Rendahnya tingkat penguasaan informasi serta pola pikir sebagian masyarakat yang menganggap kehadiran internet masih sebatas media hiburan menjadi penyebab kesenjangan digital. Kesenjangan terjadi karena adanya jurang pemisah antara masyarakat yang mengakses teknologi informasi digital secara efektif dengan yang tidak mengakses sama sekali. Apabila ditinjau dari perspektif sosial dan kebudayaan, internet sebagai introduksi dari salah satu jenis teknologi telah mendorong berlangsungnya perubahan di masyarakat. E-commerce, cybercrime dan cybersex misalnya sebagai contoh dari beberapa perubahan radikal dalam lingkup ekonomi dan sosial masyarakat. Sehingga kehadiran internet mendorong munculnya kecemasan baru di sebagian kalangan masyarakat. Namun demikian pada sisi lain adanya dukungan konvergensi antara telekomunikasi media dan informatika dalam menyediakan informasi yang mudah dan cepat sebagai wahana menstranfer pemikiran, gagasan, pengetahuan dan ketrampilan mampu mendongkrak daya saing di era global sekarang ini.

Tumbuhnya masyarakat informasi tidak terlepas dari adanya revolusi digital yang muncul pertengahan abad 20. Revolusi ini telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian halnya dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia perpustakaan. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanahkan pentingnya penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 14 (3) juga menyatakan bahwa setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan teknologi digital yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada hakekatnya akan mampu mempercepat tumbuh-kembangnya suatu perpustakaan, apabila dapat diterapkan dengan baik guna meningkatkan kemampuan literasi digital masyarakat secara merata terutama di daerah pinggiran.

Banyak hal yang diperkirakan menyebabkan lambatnya pengembangan tekonologi informasi dan komunikasi dimaksud, misalnya tingkat perkembangan ekonomi yang belum mendukung. Relatif tingginya jumlah penduduk di pinggiran dan pedesaan dengan berbagai persoalan yang dihadapi seperti rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses informasi, rendahnya tingkat pemahaman menguasai komputer dan internet. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan, keterampilan dan pemahaman mengaplikasikan teknologi informasi komunikasi yang demikian pesat perkembangannya  agar dapat berinteraksi dengan masyarakat luar terutama agar dapat menerima informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri  agar dapat meningkatkan Pengetahuan yang bermuara pada  peningkatan tarap hidupnya. Perpustakaan dituntut untuk dapat memberi pelayanan dan sekaligus pengenalan teknologi informasi dan komunikasi bagi masyarakat terutama masyarakat terpencil yang jauh dari jangkauan layanan teknologi informasi.

Secara umum untuk menggambarkan kondisi sumber daya manusia di bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa Inggris, diartikan sebagai “the ability to read and write” atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata ‘melek’. Secara sederhana literasi adalah  kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy Profiles of America’s young adults mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya. Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya indeks pembangunan manusia. Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. (Prabudhi, 2013. Pesan Damai).

Penciptaan generasi yang literat, saat ini mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya literasi membaca, literasi politik, literasi pengetahuan, literasi gender dan berbagai literasi lainnya. Persamaan diantara berbagai konsep literasi adalah penciptaan masyarakat yang memiliki kebebasan akses informasi dan cerdas menggunakan informasi yang dimilikinya. Dalam bidang yang terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi atau ICT dikenal beberapa jenis literacy atau kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek teknologi. Sebagai hulu dari semua ‘melek’ tersebut adalah melek informasi.      

E-literacy, dapat dilihat dari gambaran kemampuan akses masyarakat terhadap informasi melalui internet yang didukung oleh keunggulan teknologi informasi dan komunikasi. Secara teoritis, untuk sampai ke tingkat ICT- Literacy ada empat tahap yang harus dilalui, yaitu : 1). Information Literacy, 2). Computer Literacy, 3). Digital Literacy dan 4). Internet Literacy ( sumber : Ministry of Communication and Information Technology, Version 1,0 : Desember 2006). Secara jelas diuraikan bahwa :
  1. Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video, CD-Rom atau Web.
  2. Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi.
  3.  Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat – alat teknologi digital.
  4. Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi manusia yang memerlukannya.     

Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori, berdasarkan  konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM).  Menurut teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan seperti berikut :

Level 0
seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari;
Level 1
jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk mencarinya;
Level 2
jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya;
Level 3
jika seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari;
Level 4
jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan teknologi;
Level 5
jika seorang individu telah menganggap informasi dan teknologi sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau manusia berbudaya informasi).

Sebagian besar manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial. Dari pengalamannya, individu ini berharap bahwa konsumsi atau pengunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian kebetuhannya. Hal ini menuntun pada kegiatan penggunaan internet, apakah berinteraksi dengan dunia luar dengan penggunaan email atau pun chatting, medsos, membuka situs-situs yang berhubungan dengan kebutuhannya, membaca content website dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tetapi dapat pula menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan dan ini merupakan efek dari penggunaan internet. Akhirnya, kembali kepada individu masing-masing dalam memberikan sikap terhadap pemanfaatan media. Diharapkan kehadiran teknologi informasi dan komunikasi di perpustakaan terutama bagi penyelenggaraan perpustakaan di daerah pinggiran dan juga desa dapat dijadikan upaya untuk mengatasi kesenjangan digital. Semoga!


Daftar Pustaka

Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, (2004). Telematika Indonesia, Kebijakan dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI). Jakarta.
Perpustakaan Nasional. (2009) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta. 
Prabudhis. (2013). Pesan Damai. Komunitas Media Pramuka.
Severin, W.J, James W. Tankard, Jr. (2005). Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. Jakarta : Prenada Media.

BANYAK DIMINATI

DAFTAR NPP (NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN)

  NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN   PENDAHULUAN Pasal 15 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan ...