Perda Perpustakaan

PERDA 11 TAHUN 2018 TENTANG PERPUSTAKAAN

Pemerintah Kabupaten Semarang berupaya sejajar dengan kabupaten/kota yang lain di Indonesia yang sudah memiliki peraturan daerah mengenai perpustakaan. Peraturan Daerah tentang Perpustakaan memang sudah sangat lama dinantikan kehadirannya, terutama bagi para insan perpustakaan dalam rangka memberikan acuan dan juga payung hukum dalam penyelenggaraan perpustakaan di daerah. Demikian halnya dengan Perda Perpustakaan di Kabupaten Semarang.  

Proses pembuatan draf dimulai dari kunjungan sebanyak tiga puluh anggota panitia khusus (pansus) DPRD Kabupaten Semarang serta Dinas Kearsipan dan Perpustakaan ke Perpustakaan Nasional bertemu dan berkomunikasi dengan Kepala Biro hukum dan Perencanaan Joko Santoso  di Jalan Medan Merdeka Selatan, pada hari Selasa, (8/5). Pada prinsipnya, Peraturan Daerah tentang perpustakaan yang disusun oleh Pansus telah mengacu pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2014. Dasar penyusunan peraturan daerah tentang perpustakaan juga merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Perda Perpustakaan yang terdiri dari 20 Bab 54 Pasal itu akhirnya ditetapkan yang diantaranya mengatur tentang pembentukan perpustakaan,  anggaran perpustakaan, sinergitas yang diinginkan dengan instansi terkait atau dinas lain, sarana dan prasarana, penyelenggaraan perpustakaan, standar perpustakaan, penghimpunan koleksi, local content (koleksi daerah), sumber daya manusia (pengelola perpustakaan), dan diversifikasi layanan. Dengan diterbitkannya perda perpustakaan maka dapat menambah pengayaan acuan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di Kabupaten Semarang. Selanjutnya, perlu segera disosialisasikan agar dapat diketahui oleh seluruh pemangku kepentingan dalam upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggaraan perpustakaan. Penerapan perda perpustakaan perlu kepedulian dan dukungan dari semua fihak yang terkait serta keseriusan komitmen para pengambil kebijakan di daerah.
 
Berikut bahan sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perpustakaan dapat didownload di bawah ini :
  
https://drive.google.com/drive/folders/1koCEov75svDNKX23vtYdIJ4mSjosr9zr?usp=sharing

Perpustakaan Kecamatan


URGENSI PEMBENTUKAN PERPUSTAKAAN KECAMATAN
“Sarana pemerataan akses informasi dan sinergi perpustakaan bergerak”
Oleh : Asih Winarto, S.I.Kom.
    
Munculnya kesadaran masyarakat akan arti penting informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian hidup kian terasa.  Muncul para penggerak literasi yang bergiat dengan berbagai cara dalam upaya mendekatkan buku di masyarakat.  Sebut saja misalnya, Motor Pustaka daerah Lampung yang dimotori oleh Sugeng Haryono. Kuda Pustaka Gunung Slamet, Becak Literasi “Mbah Topo” DIY, Ransel Pustaka, Noken Pustaka dari Papua, Cakruk Baca "Eko Sanyoto" dan masih banyak lagi. Baru-baru ini juga muncul di Jawa Tengah tepatnya di sekitar Ungaran dengan armada angkot yang kemudian dibranding dengan sebutan angkot pustaka yang dilakukan oleh bapak Sudaryanto jalur trayek Karangjati-Babadan-Ungaran menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menyadari akan arti pentingnya keberadaan buku di sekitar mereka tinggal dan beraktivitas. Kondisi geliat literasi yang telah diprakarsai oleh warga masyarakat tentu sangat membantu upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan budaya baca dan literasi di masyarakat.

Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, terutama Pasal 8 (b) mengisyaratkan kepada pemerintah baik provinsi maupun pemerintah daerah agar menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di masing-masing wilayah kerjanya. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk segera mengupayakan pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan perpustakaan di setiap wilayah dalam rangka memenuhi ketersediaan layanan perpustakaan yang merata serta dalam rangka untuk mendukung sinergi perpustakaan bergerak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan membentuk serta merevitalisasi perpustakaan umum di wilayah kecamatan dalam rangka mendekatkan layanan perpustakaan pada masyarakat sekaligus difungsikan sebagai tempat untuk memasok buku kepada para pegiat literasi yang berjuang dalam mensirkulasikan buku di daerah pinggiran dan pedesaan.
        
Arti penting keberadaan perpustakaan bagi kehidupan warga masyarakat sesungguhnya telah dijabarkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta beberapa pasal dalam batang tubuhnya, seperti : pasal 31 tentang pendidikan, pasal 32 tentang kebudayaan dan pasal 28 (f) tentang informasi. Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas dapat terwujud apabila warga masyarakatnya juga hidup cerdas. Para pejuang kemerdekaan menitipkan pesan kepada pemerintah dan juga bagi setiap warga masyarakat agar hidup cerdas. Oleh karenanya pemerintah wajib menyediakan sarana belajar dan setiap warga negara harus belajar. Warga masyarakat yang tidak mau belajar dan pemerintah yang tidak menyediakan sarana belajar sesungguhnya telah mengingkari tujuan kemerdekaan.

Dalam Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kewajiban melakukan pendidikan dasar apabila telah terselesaikan, agar tetap terwujud insan yang cerdas sesungguhnya masyarakat membutuhkan sarana untuk selalu belajar guna menambah pengetahuan untuk meningkatkan kemandirian hidupnya. Sarana untuk selalu belajar dan tempat yang demokratis untuk mendorong dan mewujudkan insan pembelajar adalah perpustakaan. Sebagai konsekuensi dari kelanjutan pendidikan dasar, maka pemerintah wajib pula menyediakan perpustakaan bagi masyarakat sebagai tempat belajar sepanjang hayat untuk mewujudkan insan pembelajar menuju terwujudnya bangsa yang cerdas guna mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa. Pasal 32 UUD 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional. Perpustakaan terbukti telah menjadi tempat pelestari khasanah budaya umat manusia, karena hampir semua pengetahuan terekam dan tersimpan di perpustakaan.

Ketersediaan perpustakaan sebagai tempat belajar sepanjang hayat yang didukung dengan literature serta koleksi khasanah budaya bangsa dan juga berbagai pengetahuan serta layanan informasi sejalan dengan amanah pasal 28 (f) UUD 1945 tentang pemenuhan hak berkomunikasi dan memperoleh informasi. Disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia. Dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-undang 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi bagi para pemustaka. Keberadaan perpustakaan di tengah masyarakat sangat dinantikan selain untuk mewujudkan insan pembelajar juga sebagai salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan akan hak masyarakat dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi. 

Urgensi Pembentukan Perpustakaan

Lokasi Perpustakaan Umum baik itu Perpustakaan Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota sebagian besar berada di pusat pemerintahan yang jauh dari jangkauan masyarakat desa, sehingga keberadaan perpustakaan umum itu masih dirasa kurang manfaatnya bagi masyarakat terutama yang tinggal di wilayah pinggiran atau desa. Belum lagi kondisi masyarakat daerah pinggiran yang masih sulit dalam mengakses informasi digital, sehingga makin memperlebar terjadinya jarak kesenjangan informasi baik digital maupun informasi tercetak seperti buku, surat kabar maupun majalah antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat di daerah pinggiran atau desa. Padahal sebagian besar masyarakat kita tinggal di wilayah pedesaan. Keberadaan perpustakaan desa sebagian memang sudah ada. Namun kondisinya masih sangat minim dan jauh dari standar minimal yang ditetapkan, terutama terkait dengan jumlah koleksi maupun layanan akses informasi digital melalui layanan internet yang diberikan. Munculnya para pegiat literasi dalam mendekatkan koleksi di daerah pinggiran juga terkadang terbentur akan jumlah koleksi yang dimiliki sehingga kehadirannya belum mampu memenuhi akan dahaga kebutuhan akses informasi yang masyarakat butuhkan dalam upaya meningkatkan pengetahuan untuk mencapai kemandirian dalam mengoptimalkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) di daerah pinggiran. Masyarakat pinggiran dan juga para pegiat literasi membutuhkan pasokan buku dan juga tempat untuk mereka melakukan sinergi dalam upaya pemerataan dan juga pemenuhan akses informasi. Kehadiran perpustakaan umum di tingkat Kecamatan yang representatif mutlak dibutuhkan sehingga akan memudahkan bagi para pegiat literasi dalam mengakses buku untuk kemudian didekatkan kepada masyarakat pinggiran dan pedesaan terutama di wilayah yang belum nampak berdiri perpustakaan desa.

Pada saat ini keberadaan Perpustakaan Kecamatan antara ada dan tiada. Undang-undang Perpustakaan menjelaskan tentang jenis-jenis perpustakaan di Indonesia yang salah satunya adalah perpustakaan umum kecamatan. Namun sampai saat ini kehadiran dan keberadaan perpustakaan di wilayah kecamatan masih sangat jarang ditemukan. Jumlah Perpustakaan Umum Kecamatan di Indonesia pada Tahun 2017 sebanyak 600 buah perpustakaan dari 7,094 kecamatan di Indonesia atau baru ada sebanyak 8 % (Joko Santoso: Transformasi Layanan Perpustakaan Umum Berbasis Inklusi Sosial 2019) Sementara itu sampai awal tahun 2018, sebagai gambaran saja untuk keberadaan perpustakaan umum kecamatan di Kabupaten Semarang baru ada 2 buah dari total 19 kecamatan yang ada atau sebanyak 10.5 %. Yang pertama adalah Unit Layanan Perpustakaan Ambarawa merupakan kepanjangan tangan dari Seksi Layanan Perpustakaan pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Semarang yang berada di wilayah Kecamatan Ambarawa. Sedangkan yang kedua adalah Perpustakaan Umum Kecamatan Susukan dibentuk atas inisiatif dari Pemerintah Kecamatan yang bertanggungjawab kepada camat.

Sesungguhnya pembentukan perpustakaan umum kecamatan sudah diatur dalam standar minimal perpustakaan umum ( SNP 004 : 2011 ) serta Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang standar nasional perpustakaan kecamatan. Dijelaskan bahwa perpustakaan kecamatan adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan perpustakaan di wilayah kecamatan serta melaksanakan layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras, agama, status sosial ekonomi dan gender. Namun sampai saat ini masih belum banyak dilakukan pembentukan perpustakaan kecamatan yang diprakarsai oleh pemerintah kecamatan dengan nomenklatur perpustakaan umum kecamatan yang bertanggungjawab langsung kepada camat. Kondisi yang demikian perlu segera dicarikan solusi untuk mewujudkan pertumbuhan perpustakaan umum di setiap wilayah kecamatan. Masyarakat dan juga para penggerak literasi sangat menunggu keberadaan perpustakaan kecamatan. Entah itu dalam bentuk nomenklatur perpustakaan umum kecamatan yang diprakarsai dan bertanggung jawab kepada camat, ataupun Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Layanan Perpustakaan dibawah koordinasi seksi layanan sebagai suatu kepanjangan tangan dari Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan Kabupaten/Kota.

Sinergi Perpustakaan Bergerak

Perpustakaan Nasional mempunyai tagline perpustakaan yang menjangkau masyarakat. Untuk mendukung dan mewujudkan visi perpustakaan nasional 2019 yaitu Indonesia Membaca perlu didukung oleh seluruh komponen bangsa, termasuk peran perpustakaan umum kabupaten / kota melalui pembentukan perpustakaan umum kecamatan sebagai basecamenya para penggiat literasi dalam mensirkulasikan koleksi yang hendak dibawa ke daerah pinggiran yang jauh dari akses buku. Kehadiran pegiat literasi dengan beberapa koleksi buku yang dibawa di tengah masyarakat terbukti mampu menampik anggapan rendahnya minat baca masyarakat. Ketersediaan buku untuk dihadirkan di tengah masyarakat yang sedang haus akan sumber bacaan dirasa masih kurang sehingga perlu tindakan cepat guna menunjang kegiatan para pegiat literasi. Pemerintah pusat telah melakukan terobosan baru melalui program pengiriman buku gratis via pos untuk para pegiat literasi setiap tanggal 17. Pengiriman buku gratis melalui kantor pos, hingga saat ini telah mencapai 140 ton buku dengan nilai Rp. 7 Milyar yang tersebar ke seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan.

Penggiat literasi seperti Motor Pustaka, Kuda Pustaka, Ransel Pustaka, Noken Pustaka, Cakruk Baca, Angkot Pustaka pada hakekatnya melakukan kegiatan layaknya layanan perpustakaan keliling yang sudah lebih dahulu dilakukan oleh Perpustakaan Umum baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hanya yang membedakan mereka bergerak atas inisiatif dan biaya operasional sendiri, sedangkan perpustakaan keliling pemerintah dibiayai dari dana pemerintah. Jadi sangat wajar apabila apa yang dilakukan oleh para pegiat literasi mendapat sorotan media dan pantas untuk  diberikan suatu apresiasi yang luar biasa. Media layanan perpustakaan keliling yang dilakukan pemerintah provinsi maupun kabupaten / kota dengan menggunakan mobil maupun motor perpustakaan keliling. Sedangkan media yang dilakukan oleh para pegiat literasi bermacam-macam dan dibranding dengan nama yang lebih populer dengan pendekatan pada alat transportasi masyarakat setempat sehingga lebih membumi dari pada layanan perpustakaan keliling selama ini dengan media mobil dan motor perpustakaan keliling yang dilakukan oleh perpustakaan. Terlepas dari itu semua pada prinsipnya adalah satu tujuan yaitu dalam rangka mendekatkan buku kepada masyarakat.

Melalui perpustakaan keliling ketersediaan koleksi di masyarakat akan semakin banyak sehingga berdampak positif kepada peningkatan budaya baca masyarakat. Namun apabila ditinjau dari aspek biaya yang ditimbulkan dari pelaksanaan layanan perpustakaan keliling yang armadanya berada di Perpustakaan Umum Provinsi atau Kabupaten/Kota maka yang kelihatan mencolok adalah besarnya biaya operasional yang ditimbulkan karena letak armada perpustakaan keliling berada di pusat  kota provinsi atau kabupaten. Sehingga biaya operasional didominasi dengan biaya perjalanan dinas dan perawatan armada, sedangkan biaya untuk penambahan koleksi perpustakaan keliling sangat sedikit. Padahal tujuan awal layanan perpustakaan keliling adalah untuk menambah jumlah pasokan buku di masyarakat. Melalui revitalisasi perpustakaan kecamatan diharapkan nantinya armada berupa mobil maupun motor perpustakaan keliling dapat dipusatkan di perpustakaan kecamatan sehingga komponen biaya operasional keliling dapat ditekan. Lebih-lebih ada tambahan armada dari para penggerak literasi, sehingga akan terjadi sinergi bersama dalam upaya memenuhi kebutuhan buku di masyarakat.

Kalau kita tinjau kembali fungsi dari perpustakaan keliling salah satunya adalah menjadi prototif dari pada layanan perpustakaan menetap. Namun dalam prakteknya masih cenderung dilakukan untuk layanan droping buku. Sehingga fungsi untuk menghidupkan perpustakaan menetap kurang menonjol. Apabila kegiatan perpustakaan keliling yang sudah lama dilakukan pada tiap pos-pos layanan perpustakaan keliling dilakukan dengan pendekatan dalam rangka membentuk perpustakaan menetap maka saat ini pastinya sudah nampak tumbuh dan berkembang perpustakaan menetap di bekas pos-pos layanan yang dijadikan tempat mangkal perpustakaan keliling. Namun kenyataannya tidaklah demikian, sehingga perlu ditinjau kembali fungsi perpustakaan keliling dalam upaya menumbuhkan perpustakaan menetap di suatu wilayah dimana pos layanan keliling berada. Selain itu, revitalisasi perpustakaan kecamatan juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi pembinaan dan pengembangan perpustakaan maupun pojok baca serta taman bacaan. Sehingga kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap semua jenis perpustakaan di wilayah kabupaten/kota yang selama ini dilakukan akan terbantu dengan adanya kegiatan monitoring dari Perpustakaan Kecamatan. Pembentukan dan revitalisasi perpustakaan kecamatan mendesak untuk segera dilakukan sebagai wujud dari tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan sumber belajar bagi warganya, dan bukti nyata melaksanakan amanah dari para pejuang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga !

Sumber Rujukan :
1.  Undang-Undang Dasar 1945
2.  Undang-Undang 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
3.  SNP 004:2011 Perpustakaan Kecamatan
4. Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 7  Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Kecamatan ;

PUSTAKAWAN


PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

Salah satu agenda utama reformasi administrasi publik adalah meningkatkan layanan masyarakat dengan menerapkan prinsip good goverment. Sumber daya manusia aparatur pemerintahan harus mampu menunjukkan seberapa tinggi tingkat pelayanannya terhadap masyarakat. Implementasi atas pelayanan prima pada dasarnya merupakan usaha dalam mewujudkan pemerintahan yang baik termasuk di dalamnya adalah layanan dalam bidang perpustakaan. Untuk mewujudkan agenda tersebut mutlak dibutuhkan tenaga perpustakaan yang profesional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dalam Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Kondisi pustakawan secara umum saat ini masih sangat kekurangan apabila dibandingkan dengan jumlah perpustakaan yang ada. Dalam Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 2015-2019 diperoleh data bahwa pada bulan Januari 2017 jumlah pustakawan sebanyak 3.179 orang dari 154.359 Perpustakaan di Indonesia. Kondisi ini menunjukan perlunya suatu kebijakan pengembangan jabatan fungsional pustakawan di berbagai jenis perpustakaan. Pengembangan jabatan fungsional pustakawan perlu dilakukan demi terbentuknya organisasi kelembagaan perpustakaan yang potensial guna mendukung fungsi perpustakaan sebagai tempat belajar sepanjang hayat.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan jumlah pustakawan antara lain melalui kebijakan pengadaan formasi jabatan fungsional pustakawan dan pengangkatan pustakawan melalui jalur pendidikan dan pelatihan calon pustakawan tingkat ahli maupun tingkat terampil (CPTA dan CPTT). Upaya tadi masih juga belum mampu mencukupi kebutuhan pustakawan yang diharapkan karena adanya pustakawan yang pensiun, meninggal dunia, pegawai berasal dari formasi dan juga peserta diklat CPTA dan CPTT dipindah tugaskan di luar perpustakaan, serta adanya pustakawan yang diberhentikan dari jabatannya karena tidak mampu mengumpulkan angka kredit yang dipersyaratkan. Pada Tahun 2016 Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Melalui Penyesuaian / Inpassing yang diharapkan akan mampu menambah jumlah pustakawan di Indonesia. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Pustakawan Melalui Penyesuaian / Inpassing. Sasaran kebijakan inpassing jabatan fungsional pustakawan adalah : pertama ;  pelaksana, pengawas, administrator, dan pejabat pimpinan tinggi yang pernah dan / atau masih melaksanakan tugas di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Kedua, Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya berdasarkan formasi jabatan fungsional pustakawan setelah mendapatkan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Ketiga, pejabat fungsional pustakawan yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena tidak dapat memenuhi angka kredit.
Persyaratan umum mengikuti inpassing diantaranya yaitu 3 (tiga) tahun sebelum batas usia pensiun dalam jabatan terakhir bagi pelaksana dengan pangkat paling rendah pengatur muda tingkat I (Golongan II/b) bagi pustakawan kategori ketrampilan. Sedangkan persyaratan umum bagi pustakawan kategori keahlian adalah : pertama, 3 (tiga) tahun sebelum batas usia pensiun dalam jabatan terakhir bagi pelaksana dengan pangkat paling rendah penata muda (Golongan III/a). Kedua, 2 (dua) tahun sebelum batas usia pensiun dalam jabatan terakhir bagi administrator dengan pangkat paling rendah penata tingkat I (golongan III/d) dan pengawas dengan pangkat paling rendah penata muda tingkat I (golongan III/b). Ketiga, 1 (satu) tahun sebelum batas usia pensiun bagi administrator dengan pangkat paling rendah pembina (golongan IV/a) yang akan menduduki jabatan fungsional pustakawan ahli madya. Keempat, 1 (satu) tahun sebelum batas usia pensiun dalam jabatan terakhir bagi Pejabat Pimpinan Tinggi dengan pangkat paling rendah Pembina Tingkat I (golonganIV/c).
Kebijakan inpassing berlaku sampai akhir bulan Desember 2018. Diharapkan dengan adanya kebijakan inpassing ini akan menambah jumlah pustakawan dan juga meningkatkan kinerja perpustakaan sebagai tempat belajar mandiri sepanjang hayat. Disamping itu, juga diharapkan kedepannya akan juga terlaksana pengembangan jabatan fungsional pustakawan di semua jenis perpustakaan, khususnya perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum desa / kelurahan. Semoga! // Asih Winarto.  

PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR

PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH     

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi bagi pemustaka. Dijelaskan bahwa di Indonesia terdapat beberapa jenis perpustakaan yang salah satunya adalah perpustakaan sekolah termasuk di dalamnya adalah perpustakaan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang diselenggarakan sesuai standar nasional perpustakaan. Pernyataan tersebut diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perpustakaan Pasal 83 yang mewajibkan setiap sekolah / madrasah untuk menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi Standar Nasional Perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya dalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indoensia Nomor 10 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan sekolah sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah adalah perpustakaan yang berada pada satuan pendidikan formal di lingkungan pendidikan sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah yang merupakan bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan salah satu pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan.

Perpustakaan sekolah hadir sebagai sarana yang dapat dimanfaatkan warga sekolah terutama bagi siswa dan guru. Sejalan dengan itu dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa perpustakaan sekolah dimaksudkan sebagai sarana penunjang proses belajar mengajar di sekolah. Keberadaan perpustakaan sekolah sebagai salah satu komponen pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Perpustakaan sekolah diselenggarakan oleh sekolah, dikelola sepenuhnya oleh sekolah, dengan tujuan utama membantu sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Perpustakaan Sekolah merupakan bagian terpadu dari sekolah yang bertugas mengumpulkan, mengelola, menyimpan dan memelihara bahan pustaka untuk dipergunakan oleh guru dan siswa untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah. 

Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah memiliki visi, misi dan kebijakan pengembangan (strategis) yang dituangkan secara tertulis dan disyahkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan. Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah memiliki visi yang mengacu pada visi sekolah yang bersangkutan. Adapun misi dari perpustakaan sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah adalah : a) menyediakan informasi dan ide yang merupakan faktor fundamental bagi kemajuan masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan; b) menyediakan sarana pembelajaran bagi peserta didik agar mampu belajar sepanjang hayat dan mengembangkan daya pikir agar dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah bertujuan mengembangkan dan meningkatkan minat baca, literasi informasi, bakat dan kecerdasan (intelektual, emosional dan spiritual) peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka mendukung tujuan pendidikan nasional melalui pelayanan perpustakaan yang berkualitas. Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah memiliki fungsi sebagai pusat sumber belajar, pusat kegiatan literasi informasi, pusat penelitian, pusat kegiatan baca membaca, dan sebagai tempat kegiatan kreatif, imajinatif, inspiratif dan menyenangkan. Tugas Perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah meliputi :  mengembangkan koleksi perpustakaan, mengolah bahan perpustakaan, mendayagunakan koleksi perpustakaan dan hasil karya tulis peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu, juga memiliki tugas untuk menyelenggarakan pendidikan pemustaka, melakukan perawatan koleksi, menunjang terselenggaranya proses pembelajaran disekolah, menyediakan jasa perpustakaan dan informasi, melaksanakan kegiatan literasi informasi, melakukan kerjasama perpustakaan, serta melakukan promosi perpustakaan.

Setiap sekolah / madrasah wajib menyelenggarakan perpustakaan sekolah. Pendirian perpustakaan sekolah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah diwajibkan memberitahukan keberadaannya dengan cara registrasi ke Perpustakaan Nasional RI untuk memperoleh Nomor Pokok Perpustakaan (NPP). Struktur organisasi perpustakaan sekolah mencakup kepala perpustakaan, pelayanan teknis, pelayanan pemustaka, serta teknologi informasi dan komunikasi.  Struktur perpustakaan sekolah langsung di bawah kepala sekolah. Dalam rangka menjalankan organisasi, perpustakaan sekolah membuat program kerja tahunan yang mengacu pada program kerja sekolah dalam tahun anggaran yang berjalan.

Luas gedung perpustakaan sekolah paling sedikit 0,4 m2 x jumlah siswa, dengan ketentuan bila 3 s.d. 6 rombongan belajar luas gedung paling sedikit 72 m2, 7 s.d. 12 rombongan belajar luas gedung paling sedikit 144 m2, 13 s.d. 18 rombongan belajar luas gedung paling sedikit 216 m2, 19 s.d. 27 rombongan belajar luas gedung paling sedikit 288 m2. Gedung/ruang perpustakaan paling sedikit meliputi : area koleksi, area baca,  area kerja, dan area multimedia. Lokasi perpustakaan berada di pusat kegiatan pembelajaran dan mudah dilihat serta mudah dijangkau oleh peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. 

Perpustakaan menyediakan sarana perpustakaan disesuaikan dengan koleksi dan pelayanan, untuk menjamin keberlangsungan fungsi perpustakaan dan kenyamanan dengan memperhatikan pemustaka yang memiliki berkebutuhan khusus. Perabot perpustakaan sekolah / madrasah ibtidaiyah meliputi : Perabot kerja 1 set / pengguna paling sedikit terdiri atas kursi dan meja baca pengunjung, kursi dan meja kerja pustakawan, meja sirkulasi dan meja multimedia, Perabot penyimpanan 1 set / perpustakaan paling sedikit terdiri atas rak buku, rak majalah, rak surat kabar, lemara/laci katalog, dan lemari yang dapat dikunci. Selain itu juga harus memiliki perabot multi media 1 set / perpustakaan paling sedikit terdiri atas 1 set komputer dilengkapi dengan tehnologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain 1 set/perpustakaan minimum terdiri atas buku inventaris, pedoman / pegangan pengolahan bahan pustaka seperti pedoman katalog, klasifikasi, tajuk subjek, serta papan pengumuman.

Koleksi perpustakaan meliputi : karya cetak (buku teks, buku penunjang kurikulum, buku bacaan, dan buku referensi),  terbitan berkala (majalah, surat kabar), dan  audio visual, rekaman suara, rekaman video, sumber elektronik. Perpustakaan memperkaya koleksi dan menyediakan bahan perpustakaan dalam berbagai bentuk media dan format paling sedikit :  menyediakan koleksi buku teks wajib dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik,  buku pengayaan dengan perbandingan 60% nonfiksi dan 40% fiksi dengan ketentuan bila 1 s.d. 6 rombongan belajar jumlah buku sebanyak 1.000 judul, 7 s.d. 12 rombongan belajar jumlah buku sebanyak 1.500 judul, 13 s.d. 24 rombongan belajar jumlah buku sebanyak 2.000 judul. Perpustakaan menambah koleksi buku per tahun dengan ketentuan semakin besar jumlah koleksi semakin kecil persentase penambahan koleksinya (1.000 judul penambahan sebanyak 10%, 1.500 judul penambahan sebanyak 8%, 2.000 judul sampai dan seterusnya penambahan sebanyak 6%. Perpustakaan melanggan paling sedikit 1 (satu) judul majalah dan 1 (satu) judul surat kabar. Koleksi referensi paling sedikit meliputi kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa daerah, kamus bahasa asing, ensiklopedi, direktori, atlas, peta, biografi tokoh, dan kitab suci.

Bahan perpustakaan dideskripsikan, diklasifikasi, diberi tajuk subjek, dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada: pedoman deskripsi bibliografis dan penentuan tajuk entri utama (Peraturan Pengatalogan Indonesia), bagan klasifikasi Dewey (Dewey Decimal Classification); dan pedoman tajuk subjek. Perpustakaan melakukan cacah ulang (stock opname) dan penyiangan koleksi perpustakaan paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Perpustakaan sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah melakukan perawatan bahan perpustakaan dengan cara pengendalian kondisi ruangan berupa menjaga kecukupan cahaya dan kelembaban udara. Perpustakaan melakukan perbaikan bahan perpustakaan yang rusak paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

Perpustakaan sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah menyediakan pelayanan kepada pemustaka paling sedikit 6 (enam) jam per hari kerja. Sekolah memiliki program wajib baca di perpustakaan. Jenis pelayanan perpustakaan paling sedikit meliputi : pelayanan sirkulasi, pelayanan referensi, dan Pelayanan literasi informasi. Perpustakaan memiliki program pendidikan pemustaka paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. Perpustakaan memiliki program literasi informasi paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap tingkatan kelas. Perpustakaan melakukan promosi perpustakaan paling sedikit dalam bentuk: brosur/leaflet/selebaran, majalah dinding/perpustakaan, daftar buku baru, display koleksi perpustakaan, dan lomba yang berkaitan dengan pemanfaatan perpustakaan.

Perpustakaan membuat laporan kegiatan pelayanan perpustakaan (statistik) paling sedikit berupa laporan bulanan dan laporan tahunan. Perpustakaan melakukan pengembangan perpustakaan dengan cara mengadakan kerja sama dengan: perpustakaan sekolah lain, perpustakaan umum, organisasi profesi kepustakawanan/ forum perpustakaan, yayasan dan/atau lembaga korporasi. Perpustakaan melakukan kegiatan yang terintegrasi dengan kurikulum sekolah meliputi kegiatan mendorong kegemaran membaca dengan cara mendongeng, membaca bersama, dan menceritakan kembali hasil baca. Selain itu juga melakukan kegiatan pembelajaran bidang studi di perpustakaan di bawah asuhan guru dan pustakawan, pengajaran program literasi informasi, terlibat dalam merencanakan perangkat pembelajaran, membantu guru mengakses dan mendayagunakan informasi publik, menyelenggarakan kegiatan membaca buku elektronik, membantu guru mengidentifikasi sumber rujukan (referensi) materi pengajaran, serta kegiatan pembelajaran berbasis teknologi infomasi bekerjasama dengan guru bidang studi.

Perpustakaan Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah dalam kegiatan pelayanan dan organisasi informasi memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja perpustakaan dan keperluan pemustaka. Perpustakaan dikelola oleh tenaga perpustakaan paling sedikit 1 (satu) orang. Bila perpustakaaan sekolah / madrasah memiliki lebih dari enam rombongan belajar, maka sekolah diwajibkan memiliki tenaga perpustakaan sekolah paling sedikit 2 (dua) orang. Kualifikasi tenaga perpustakaan sekolah minimal diploma dua di bidang ilmu perpustakaan. Pustakawan memiliki kualifikasi akademik paling rendah diploma dua (D-II) dalam bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik paling rendah diploma dua (D-II) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan. Tenaga perpustakaan berhak atas penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial serta pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.

Kepala Sekolah dapat mengangkat kepala perpustakaan apabila memiliki lebih dari satu orang tenaga perpustakaan, memiliki lebih dari enam rombongan belajar, dan memiliki koleksi paling sedikit 1.000 judul. Kualifikasi kepala perpustakaan adalah pustakawan yang memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma dua (D-II) dalam bidang perpustakaan atau bidang lain dari perguruan tinggi yang terakreditasi Kepala perpustakaan sekolah / madrasah berhak atas penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah menjamin tersedianya anggaran perpustakaan sekolah setiap tahun paling sedikit 5% (lima persen) dari total anggaran sekolah di luar belanja pegawai dan pemeliharaan serta perawatan gedung. Sumber anggaran perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau yayasan dan atau donasi yang tidak mengikat, termasuk dana dari tanggung jawab sosial korporasi. // Asih Winarto, S.I.Kom. Penulis adalah Pustakawan Muda pada Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan Kabupaten Semarang.

DAFTAR PUSTAKA.
Indonesia. [Undang-Undang, Peraturan,dsb.]. 2007. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional R.I.
Indonesia [Undang-Undang, Peraturan, dsb.]. 2014.  Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional R.I.
Indonesia [Undang-Undang, Peraturan, dsb.] . 2017. Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Sekolah / Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta : Perpustakaan Nasional R.I.

BANYAK DIMINATI

DAFTAR NPP (NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN)

  NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN   PENDAHULUAN Pasal 15 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan ...