LITERASI MEDIA



LITERASI MEDIA
“Cara Cerdas Mengakses Media Internet”

Media internet menawarkan kemudahan dan juga manfaat yang besar. Pakar komunikasi massa, Denis McQuail dalam bukunya McQuail’s Mass Communication Theory (2010:144) menyebutkan realitas baru yang ditawarkan oleh internet diantaranya adalah interactivity. Diindikasikan oleh rasio respons atau inisiatif dari pengguna terhadap tawaran dari sumber/pengirim. Kemudian, media richness yaitu media baru yang dapat menjembatani adanya perbedaan kerangka referensi, mengurangi ambiguitas, memberikan isyarat-isyarat, lebih peka dan lebih personal. Selanjutnya autonomy, dimana seorang pengguna merasa dapat mengendalikan isi dan menggunakannya dan bersikap independen terhadap sumber informasi.  Selain itu, bersifat privacy dan playfulness yang  digunakan untuk hiburan dan kenikmatan. Serta, personalization yang mana tingkatan isi dan penggunaan media bersifat personal dan unik. Namun berbagai kemudahan itu pun membawa persoalan. Hubungan-hubungan sosial dan komunikasi yang dibangun menjadi dangkal. Informasi hanya diperoleh melalui pertukaran lewat akun dan isi di dalamnya belum tentu merupakan sebuah fakta. Ada peluang bahwa informasi yang dikonsumsi dan didistribusikan tidak valid. Kemajuan media sosial yang pesat membuat kita menjadi sulit untuk membedakan fakta dari suatu opini, kebenaran dan kebohongan. Dengan memanfaatkan berbagai platform sosial media orang-orang beramai-ramai mengejar popularitas. Hoax atau kabar bohong menjadi laris-manis.
Selain sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi, internet dapat dipakai sebagai sarana untuk mempercepat pelayanan publik. Konsep e-government menjadi salah satu solusi memperbaiki kelambanan pelayanan terhadap masyarakat meski perlu didukung oleh penguasaan teknologi baik pada level pemerintah maupun masyarakat. Keuntungan potensial penggunaan internet menurut McQuail (2010:152), diantaranya : pertama, interaktif. Ada komunikasi antara komunikator dan komunikan (pemimpin dan rakyatnya). Kedua, aspek kesetaraan. Komunikasi, dalam dunia maya setiap orang adalah setara. Berbeda dalam dunia nyata, ada hirarki yang amat jelas antara pemimpin dan rakyat. Ketiga,adanya efisiensi kerja bagi para jurnalis sebagai perantara antara pemerintah dan rakyat karena dibantu oleh internet sebagai medium perantara pula. Keempat, low-cost. Dibandingkan dengan pertemuan secara langsung (tatap muka) dengan berbagai prosedur dan aturan protokoler yang memakan biaya yang tidak sedikit, internet menawarkan biaya yang murah dan sekaligus menghemat waktu.
Internet juga menawarkan berbagai macam jenis layanan sosial media. Kehadiran sosial media ibarat sebilah pisau. Netralitas pisau hilang ketika berada di tangan seorang dokter untuk membedah atau di tangan pembunuh untuk membantai. Kehadiran sosial media mestinya dimanfaatkan sepenuhnya untuk memperkukuh persatuan dan memajukan demokrasi. Namun, pada sisi lain sosial media memiliki daya rusak yang luar biasa. Sosial media berdaya rusak tinggi manakala penggunanya tidak bijak memakainya. Sosial media mestinya mendudukkan proses dialog yang sehat, tempat mengadu konsep dan strategi secara kreatif. Kawan dan lawan bisa berkompetisi dalam harmoni. Alangkah eloknya bila digunakan menjadi ajang silaturahim untuk mempererat rasa persaudaraan di dunia maya.
Mendorong gerakan literasi media adalah salah satu langkah penting. Literasi media untuk mengimbangi penetrasi internet yang begitu cepat dengan tingkat “keaktifan” penggunaan sosial media di kalangan masyarakat yang begitu tinggi. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pengguna internet di Indonesia telah mencapai 82 juta orang dari total populasi sekitar 259 juta jiwa. Indonesia menempati peringkat delapan dunia dari total 3,4 miliar pengguna atau 50 persen penduduk dunia. Jumlah tersebut dipastikan akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Bila tak diimbangi dengan kesadaran penggunaan secara baik maka potensi negatif sosial media akan semakin merebak. Mengutip konsep Paul Gilster, pencetus istilah digital literacy (literasi digital), literasi sosial media secara sederhana diartikan sebagai kapabilitas menggunakan teknologi dan informasi secara benar, sadar, efektif dan efisien. Sosial media tidak dipandang sebagai musuh yang harus dienyahkan, tetapi sarana untuk kepentingan yang sehat. Adapun sasaran literasi media sebagaimana hasil penelitian Konsep dan Implementasi Literasi Media (Kumpulan Makalah Workhsop Nasional Konsep & Implementasi Media Literacy di Indonesia tahun 2011) antara lain: (1) mampu menggunakan media secara efektif untuk memenuhi kebutuhan diri dan masyarakat; (2) mampu bersikap kritis terhadap konten baik pesan, bahasa dan sebagainya; (3) bisa menggunakan media secara kreatif untuk mengekpresikan ide dan pendapat; (4) menjadi kreatif untuk menciptakan konten yang sehat untuk kepentingan bersama; (5) mampu mengakses, memilih, memilah, menyimpan dan berbagi konten secara kritis. Literasi media membuat masyarakat dapat mengakses, memilah dan memahami berbagai jenis informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup seperti kesehatan, ekonomi, pendidikan dan pengasuhan anak. Selain itu mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berpolitik dengan menyampaikan aspirasinya. Melalui sosial media, masyarakat dapat menyuarakan perspektif dan opininya demi keadilan tanpa merugikan pihak lain. Pendek kata, literasi media membuat seseorang dapat mengawasi lingkungannya dengan baik. Sehingga ia dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial dengan lebih baik, pula. Maka dari itu, literasi media perlu dikembangkan di sekolah dan masyarakat sebagai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat. // Asih Winarto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANYAK DIMINATI

DAFTAR NPP (NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN)

  NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN   PENDAHULUAN Pasal 15 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan ...