Satu Desa Satu Perpustakaan



MENYONSONG INDONESIA EMAS
“Satu Desa Satu Perpustakaan”
Oleh : Asih Winarto, S.I.Kom.

ABSTRAK
Pemerintah saat ini sedang gencar melakukan pembangunan pedesaan. Tag line Membangun Desa Membangun Indonesia yang dibarengi dengan pemberian dana desa sebesar 1 Milyar merupakkan wujud keseriusan pemerintah pusat terhadap pembangunan masyarakat dari pinggiran. Moment ini sangat tepat apabila digunakan untuk melakukan gerakan pembangunan perpustakaan desa. Slogan satu desa satu perpustakaan patut digaungkan guna meningkatkan pertumbuhan perpustakaan desa, yang sekaligus dapat difungsikan sebagai tempat belajar mandiri sepanjang hayat guna menyongsong Indonesia Emas 2014.

Kata Kunci : Perpustakaan Desa, Indonesia Emas.

 A.  PENDAHULUAN.
         Sejak diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menikmati masa kemerdekaannya selama 72 tahun. Berbagai pola pemerintahan telah dilalui, diantaranya Orde Lama (1950–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1965), Masa Transisi (1965–1966), Orde Baru (1966–1998). Dan saat ini, NKRI berada pada Era Reformasi (1998–sekarang) akan menuju pada era kebangkitan kedua, yaitu 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045. Indonesi yang maju, kuat, mandiri, adil dan sejahtera merupakan visi bersama yang hendak dicapai tahun 2045.  The McKinsey Global Institute, memprediksikan Indonesia pada 2030 akan menempati peringkat ke-7 ekonomi dunia, sesudah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil, dan Rusia. Pada saat itu, perekonomian Indonesia akan ditopang oleh empat sektor utama : bidang jasa, pertanian, perikanan, serta energi. Namun, untuk mewujudkan prediksi itu, bangsa Indonesia harus mulai mempersiapkan sejak sekarang karena kebutuhan tenaga terampil akan meningkat dari 50 juta menjadi 113 juta orang pada periode tersebut. Modal berupa sumber daya alam yang melimpah butuh pengelolaan yang baik dan hanya dapat dilakukan oleh sumber daya manusia yang cerdas. Untuk mewujudkan insan cerdas, mandiri, dan tangguh yang merata baik di kota maupun di desa dapat diujudkan salah satunya melalui penyediaan sumber belajar sepanjang hayat lewat penyelenggaraan perpustakaan di setiap desa.
B.  BONUS DEMOGRAFI
           Indonesia kini mendapatkan bonus demografi (tahun 2010-2035) berupa jumlah usia produktif (15-64 tahun) yang paling besar sepanjang sejarah (Business News, 2014). Menurut Badan Pusat Statistik 2011, jumlah anak usia 0-9 tahun mencapai 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Potensi ini harus dikelola dengan tepat. Mereka yang akan menduduki posisi usia produktif pada 15-20 tahun yang akan datang adalah mereka yang saat ini berusia antara 0-40 tahun. Dari rentang usia itu yang harus menjadi perhatian adalah mereka yang berada pada usia dini (0-5 tahun ) dan usia mahasiswa (18-23 tahun). Kelompok usia dini akan menjadi mahasiswa pada 15 tahun mendatang dan kelompok mahasiswa saat ini akan menjadi kelompok amat produktif pada tahun 2035. Apabila Presiden RI pertama Ir. Soekarno menyebutkan bahwa sepuluh pemuda akan mampu beliau gerakkan untuk mengguncang dunia, maka apa jadinya jika lebih dari 99 juta pemuda berkualitas yang digerakkan untuk mengubah Indonesia. Bonus Demografi Indonesia akan berlangsung antara tahun 2012-2035. Mereka inilah kader Generasi Emas 2045 yang harus mendapat pendidikan unggulan secara sungguh-sungguh.
          Pendidikan sesungguhnya tidaklah berlangsung hanya di pendidikan formal saja, akan tetapi di segenap kehidupan manusia sejak ia lahir. Artinya, pendidikan sudah dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil namun memiliki peran besar dalam pendidikan. Apapun yang menjadi pemikiran, perbuatan dan kebiasaan dalam keluarga akan mempengaruhi proses pendidikan seorang anak begitu pula karakternya. Inilah yang disebut dengan pendidikan informal yang sesungguhnya. Pendidikan dalam keluarga perlu dukungan yang kondusif dari lingkungan. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pendidikan perlu dihadirkan di tengah masyarakat. Salah satu penunjang pendidikan yang sekaligus dapat difungsikan sebagai sarana belajar mandiri berkelanjutan sepanjang hayat bagi masyarakat adalah kehadiran perpustakaan. Keberadaan perpustakaan diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat untuk mengakses informasi guna menunjang pendidikan informal, non formal maupun pendidikan formal dalam mewujudkan generasi cerdas, mandiri, dan literat. Oleh karenanya mendesak perlu segera diupayakan adanya gerakan yang nyata agar keberadaan perpustakaan di tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat pinggiran dan pedesaan dapat segera terwujud secara merata.
C.  SATU DESA SATU PERPUSTAKAAN.
          Kemampuan membaca seseorang dapat berkurang atau bahkan hilang apabila tidak ditunjang sarana belajar berkesinambungan. Semakin sedikit kesempatan seseorang mengenyam pendidikan formal, semakin cepat pula kemampuan membaca hilang. Berkurangnnya aktivitas membaca merupakan gejala umum yang dialami seseorang setelah selesai pendidikan formalnya. Hal ini terjadi karena minimnya sarana penunjang pendidikan lanjutan berupa perpustakaan yang dapat diakses di tengah masyarakat baik di kota maupun di desa. Ya, kalaupun toh ada masih belum mampu memberikan suatu jawaban yang memuaskan karena kodisinya kurang menarik. Harus diakui, bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas perpustakaan saat ini memang belum menggembirakan. Menurut Murniaty dalam Strategi Pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan di Indonesia (2014), pertumbuhan perpustakaan desa belum sebanding dengan jumlah desa di Indonesia. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), total desa pada tahun 2013 berjumlah 79.095, sementara menurut Dedy Junaidi (dalam Murniaty) total perpustakaan desa/kelurahan pada 2014 adalah 24.745. Ini berarti masih ada separuh lebih jumlah desa yang belum memiliki perpustakaan Desa. Gerakan satu desa satu perpustakaan menjadi suatu solusi untuk mengatasi kurangnya minat baca masyarakat dan sekaligus guna menyiapkan generasi cerdas tahun 2045. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, mengamanatkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menggalakkan promosi gemar membaca dan mendorong pemanfaatan perpustakaan seluas-luasnya oleh masyarakat serta menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di seluruh pelosok tanah air termasuk memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah. Bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditambah pula dengan kewajiban untuk menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah di antara beberapa kewajiban pemerintah dalam rangka menyelenggarakan perpustakaan sebagai manifestasi dari asas penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia yaitu pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Asas-asas tersebut harus senantiasa dijadikan pedoman dalam menyelenggarakan perpustakaan.
            Undang Undang tentang Perpustakaan juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat (Presiden RI) dan pemerintah daerah, baik gubernur, bupati, walikota, dan perangkat daerah yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Merekalah satu-satunya pihak yang berwewenang dan sekaligus berkewajiban dalam menyelenggarakan perpustakaan di seluruh wilayah Indonesia, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, bahkan sampai ke tingkat kelurahan/desa. Saat ini merupakan momentum yang tepat untuk membangun perpustakaan Desa, karena pemerintah pusat sedang memprioritaskan pembangunan pedesaan. Perhatian tersebut dapat kita lihat dalam bentuk pemberian dana desa melalui tagline “Desa Membangun Indonesia”. Suntikan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat tentu memberikan angin segar bagi pembangunan desa-desa. Pemerintah desa ditantang untuk mengelola dana dengan baik dan transparan guna mewujudkan pembangunan di wilayah kerjanya. Perhatian yang besar terhadap pembangunan pedesaan menghadirkan harapan akan perbaikan hidup bagi masyarakat, terutama dalam rangka ikut mengentaskan kemiskinan. Bahkan pada titik tertentu akan dapat mengangkat perekonomian masyarakat desa. Dibutuhkan fasilitas untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pedesaan dan juga adanya pelatihan-pelatihan life skill untuk mengelola sumber daya alam yang ada di desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
            Merujuk pada laporan Litbang Kompas (14/9/2015) pada jajak pendapat “Dana Desa Bangkitkan Keyakinan”, mengemukakan bahwa mayoritas publik (62,6%) meyakini pemerintah dengan berbagai gerakannya akan mampu memajukan kondisi pedesaan. Keyakinan publik atas program pemerintah tersebut merupakan modal sosial bagi pemerintah untuk membangun desa secara maksimal. Dengan begitu, publik diharapkan ikut merespon dan mengapresiasi pembangunan melalui sinergitas atau partisipasi masyarakat. Selain itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT) telah menerbitkan Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017. Dalam Pasal 4, disebutkan penggunaan dana desa tahun 2017 diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Adapun kegiatan pembangunan desa yang dapat dibiayai Dana Desa diantaranya adalah pembangunan dan pengembangan perpustakaan desa. Dana Desa digunakan untuk membiayai pembangunan Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan.
Salah satu gerakan yang dapat segera dilakukan oleh pemerintah melalui suplai dana desa ini yaitu mengupayakan pembangunan perpustakaan desa “Satu Desa Satu Perpustakaan”. Keberadaan perpustakaan desa diharapkan dapat berperan untuk menyiapkkan generasi emas.  Jika perpustakaan desa dikelola dengan baik akan mampu menjadi pusat informasi dan lokomotif pembangunan sumber daya manusia yang kreatif, berdaya dan mandiri.
Kondisi minimnya penyelenggaraan perpustakaan desa pada saat ini tidak terlepas dari komitmen para pengambil kebijakan. Padahal jika perpustakaan desa dapat dikembangkan dengan baik, akan membuka ruang kreatif dan berkarya bagi masyarakat. Dan yang tak kalah penting dari pembangunan perpustakaan desa adalah perhatian terhadap pengelola perpustakaan desa/kelurahan, terutama terkait kesejahteraan maupun peningkatan pengetahuan dalam hal mengelola perpustakaan secara profesional, kreatif dan inovatif. Sebenarnya sudah tumbuh keberadaan tempat mengakses buku di pedesaan, berupa taman bacaan, sudut baca, dan pojok baca yang dikelola secara swadaya/mandiri oleh individu maupun komunitas di ‘akar rumput’. Selain itu, juga sudah muncul perpustakaan desa yang didukung dan dikembangkan oleh komunitas dan lembaga sosial serta perusahan-perusahaan swasta (melalui program CSR) yang dapat menjadi acuan dalam mengelola perpustakaan desa dengan konsep kegiatannya. Bahkan beberapa perpustakaan desa terbukti telah mampu menunjukkan pemberdayaan masyarakat melalui pembekalan keterampilan dan pendidikan bagi masyarakat. Contohnya, dengan memfasilitasi buku bacaan, tempat pembelajaran, serta tempat akses informasi bagi masyarakat desa. Ada juga beberapa perpustakaan desa replika dari program perpuseru yang dimotori oleh Coca-Cola Foundation juga telah melakukan berbagai kegiatan berupa pelatihan/workshop kerajinan tangan, usaha menengah (kreatif), pelatihan keterampilan berbasis internet (TIK), dan banyak lagi yang telah dilakukan sambil dikorelasikan dengan bahan pustaka dan sumber informasi yang tersedia di perpustakaan desa agar budaya baca dapat tumbuh bersama.
D.  PENUTUP
Membangun desa memang bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika yang di fokuskan adalah pada pembangunan manusianya. Akan tetapi pendidikan yang terbuka dan memberdayakan merupakan salah satu upaya yang mendesak untuk dilakukan. Artinya melalui perpustakaan desa, pendidikan informal dapat disalurkan dengan baik manakala pemerintah secara konsisten memprioritaskan pembangunan tersebut. Bahkan kita boleh yakin bahwa membangun perpustakaan adalah membangun desa, dan membangun desa membangun Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Faisal R. Dongoran. 2014. Paradigma membangun generasi emas 2045 dalam perspektif filsafat pendidikan. Jurnal Tabularasa PPS Unimed Vol. 11 No. 1 April 2014.
  2. Murniaty. 2014. Strategi pengembangan perpustakaan Desa/Kelurahan di Indonesia. Medan : Universitas Sumatera Utara.
  3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pepustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANYAK DIMINATI

DAFTAR NPP (NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN)

  NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN   PENDAHULUAN Pasal 15 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan ...