PERPUSTAKAAN DESA
MEMBANGUN ASA
MEMBANGUN ASA
Pemerintah
saat ini sedang menggencarkan program pembangunan pedesaan. Perhatian tersebut
diwujudkan dalam bentuk pemberian dana desa dan juga melalui tagline “Desa
Membangun Indonesia”. Suntikan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat tentu memberikan
angin segar bagi pembangunan desa. Pemerintah desa ditantang untuk mengelola
dana dengan baik dan transparan guna mewujudkan pembangunan di wilayah
kerjanya. Perhatian yang besar terhadap pembangunan pedesaan menghadirkan harapan
akan perbaikan hidup bagi masyarakat, terutama dalam rangka ikut mengentaskan
kemiskinan. Bahkan pada titik tertentu akan dapat mengangkat perekonomian
masyarakat desa. Dibutuhkan fasilitas untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di pedesaan dan juga adanya pelatihan-pelatihan life skill untuk
mengelola sumber daya alam yang ada di desa guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan.
Merujuk
pada laporan Litbang Kompas (14/9/2015) pada jajak pendapat “Dana Desa
Bangkitkan Keyakinan”, mengemukakan bahwa mayoritas publik (62,6%) meyakini
pemerintah dengan berbagai gerakannya akan mampu memajukan kondisi pedesaan.
Keyakinan publik atas program pemerintah tersebut merupakan modal sosial bagi
pemerintah untuk membangun desa secara maksimal. Dengan begitu, publik
diharapkan ikut merespon dan mengapresiasi pembangunan melalui sinergitas atau
partisipasi masyarakat. Selain itu, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT) telah
menerbitkan Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa 2017. Dalam Pasal 4, disebutkan penggunaan dana desa tahun
2017 diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di
bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Prioritas penggunaaan
dana Desa dipublikasikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa di ruang publik
atau ruang yang dapat diakses masyarakat Desa. Dana Desa digunakan untuk
membiayai pembangunan Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan.
Salah satu gerakan
yang dapat segera dilakukan oleh pemerintah desa melalui suplai dana desa ini
yaitu mengupayakan pembangunan perpustakaan desa. Bahkan Undang-Undang nomor 43
tahun 2007 tentang perpustakan mengamanahkan bahwa Perpustakaan Desa merupakan
salah satu jenis perpustakaan umum yang menjadi kewajiban pemerintah untuk
menyelenggarakaanya, termasuk didalamnya adalah pemerintah desa. Keberadaan
perpustakaan desa memiliki peran yang strategis, jika dikelola dengan baik akan
mampu menjadi pusat informasi dan lokomotif pembangunan sumber daya manusia yang
kreatif, berdaya dan mandiri.
Selama ini kondisi
perpustakaan desa di Indonesia cukup memprihatikan, tidak terkecuali di
Kabupaten Semarang. Banyak diantaranya masih bernaung di kantor-kantor
desa/lurah, bahkan bukunya tak terurus dan masih sedikit. Menurut Murniaty
dalam Strategi Pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan di Indonesia (2014),
pertumbuhan perpustakaan desa belum sebanding dengan jumlah desa di Indonesia.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), total desa pada tahun 2013 berjumlah
79.095, sementara menurut Dedy Junaidi (dalam Murniaty) total perpustakaan
desa/lurah pada 2014 adalah 24.745. Ini berarti masih ada sekitar 50% lebih
jumlah desa yang belum memiliki perpustakaan Desa. Untuk kondisi di Kabupaten
Semarang dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 235, baru sekitar 71,4% atau
sebanyak 168 yang sudah menyelenggarakan
perpustakaan desa/kelurahan, sedikit lebih banyak apabila dibandingkan dengan
data Nasional pada tahun 2014.
Kondisi minimnya
penyelenggaraan perpustakaan desa tersebut tidak terlepas dari komitmen para
pengambil kebijakan baik di tingkat daerah maupun di tingkat desa. Padahal jika
perpustakaan desa dapat dikembangkan dengan baik, akan membuka ruang kreatif
dan berkarya bagi masyarakat. Dan yang tak kalah penting dari pembangunan
perpustakaan desa adalah perhatian terhadap pengelola perpustakaan
desa/kelurahan, terutama terkait kesejahteraan maupun peningkatan pengetahuan
dalam hal mengelola perpustakaan secara professional, kreatif dan inovatif.
Sebenarnya sudah tumbuh keberadaan tempat mengakses buku di pedesaan, berupa taman
bacaan, sudut baca, dan pojok baca yang dikelola secara swadaya/mandiri oleh
individu maupun komunitas di ‘akar rumput’. Selain itu, juga sudah muncul perpustakaan
desa yang didukung dan dikembangkan oleh komunitas dan lembaga sosial serta
perusahan-perusahaan swasta (melalui program CSR) yang dapat menjadi acuan
dalam mengelola perpustakaan desa dengan konsep kegiatannya. Bahkan beberapa
perpustakaan desa terbukti telah mampu menunjukkan pemberdayaan masyarakat
melalui pembekalan keterampilan dan pendidikan bagi masyarakat. Contohnya, dengan
memfasilitasi buku bacaan, tempat pembelajaran, serta tempat akses informasi
bagi masyarakat desa. Selain itu, ada juga yang telah memberikan
pelatihan/workshop kerajinan tangan, usaha menengah (kreatif), pelatihan
keterampilan berbasis internet (TIK), dan banyak lagi yang telah dilakukan
sambil dikorelasikan dengan bahan pustaka dan sumber informasi yang tersedia di
perpustakaan desa agar budaya baca dapat tumbuh bersama.
Membangun desa memang
bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika yang di fokuskan adalah pada
pembangunan manusianya. Akan tetapi pendidikan yang terbuka dan memberdayakan
merupakan salah satu upaya yang mendesak untuk dilakukan. Artinya melalui
perpustakaan desa, pendidikan informal dapat disalurkan dengan baik manakala
pemerintah secara konsisten memprioritaskan pembangunan tersebut. Bahkan kita
boleh yakin bahwa membangun perpustakaan adalah membangun desa, membangun
sumber daya masyarakat desa untuk pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat di
pedesaan. *// Asih Winarto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar