Gerakan Literasi



GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG
Setiap hari masyarakat dihadapkan dengan berbagai macam informasi yang melimpah ruah dan melaju dengan kencang dalam berbagai bentuk yang tak terhitung pula jumlahnya. Informasi yang diterima merupakan entitas yang berpotensi menjadi sebuah kekuatan sekaligus sumber kebingungan bagi banyak orang. Alvin Tofler dalam bukunya Future Shock (1970) menggambarkan perubahan teknologi dan struktural pada masyarakat serta mempopulerkan istilah information load (beban lebih informasi). Beban lebih informasi itu menyebabkan timbulnya kecemasan informasi (information anxiety) yang timbul akibat kesenjangan yang semakin lebar antara apa yang dipahami manusia dengan apa yang seyogyanya dipahami manusia. Oleh karenanya, keterampilan baru berupa kemampuan menempatkan dan menggunakan informasi untuk keperluan memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara lebih efektif perlu dimiliki oleh masyarakat. Kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi dari berbagai sumber secara efektif, menjadi sebuah keahlian yang teramat penting dan harus dikuasai.
Menurut Paul Zurkowski dalam Behrens, S. (1994). A conceptual analysis and historical review of information literacy. College and Research Libraries : 55, 309-322 sebagaimana dikutip oleh Sulistya_Basuki dalam Literasi Informasi dan Literasi Digital mengatakan bahwa orang yang literat informasi adalah orang-orang yang terlatih dalam aplikasi sumberdaya dalam pekerjaannya. Orang yang mampu dan terampil dalam menggunakan sumber informasi dalam bidang pekerjaan mereka dapat dikatakan sebagai orang yang melek informasi. Banyak kalangan termasuk para ahli komunikasi meyakini bahwa peradaban masa depan adalah masyarakat informasi (information society). Suatu kondisi yang menjadikan informasi sebagai suatu komoditas utama serta interaksi antar manusia yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan teknologi saat ini saja, informasi dapat diperoleh dan dipublikasikan dengan mudah. Di sisi lain, dengan kemudahan ini membuat masyarakat mengalami kebingungan dalam memilih dan memilah informasi yang layak dipercaya. Masyarakat informasi juga memunculkan adanya kekawatiran akan pemanfaatan informasi itu sendiri. Informasi bukan lagi sebatas kata-kata atau kalimat. Informasi bagaikan pisau bermata tajam di mana jika sampai ke pembaca atau pemirsa yang salah dapat berakibat fatal.
Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang demikian pesat telah menjadikan sebagian besar masyarakat rakus akan informasi. Entah itu lewat media cetak, elektronik, multimedia, ataupun virtual. Dalam wujud buku, surat kabar, majalah, tabloit, buletin, radio, televisi, telephon, faksimile, handphone, smartphone, maupun internet. Kondisi yang demikian sudah tidak mungkin lagi untuk membendungnya. Yang dapat dilakukan pada posisi demikian itu adalah meningkatkan pengetahuan literasi informasi masyarakat dengan mendidik berpikir kritis terhadap informasi yang diterima. Literasi informasi mencakup pengetahuan dan kebutuhan informasi seseorang dan kemampuan untuk mengenali, mengetahui lokasi, mengevaluasi, mengorganisasi, menciptakan dan mengkomunikasikan informasi secara efektif untuk mengatasi isu atau masalah yang dihadapi seseorang. Literasi informasi merupakan kompetensi mutlak yang harus dimiliki setiap anggota masyarakat di era informasi. Literasi informasi menuntut kemampuan berpikir kritis masyarakat dan kemauan untuk terus menjadi masyarakat pembelajar seumur hidup. Proses ini tidak pernah berhenti pada suatu titik, tentunya. Artinya, dibutuhkan kesadaran mendalam dari tiap warga masyarakat untuk peduli pada kebutuhan dan kemampuan akan literasi yang mereka miliki.
Tanggal 2 Mei 2016 Bupati Semarang H. Mundjirin mendeklarasikan Kabupaten Semarang menjadi Kabupaten Literasi pada saat rangkaian upacara Hari Pendidikan Nasional di Lapangan Bung Karno Kalirejo Ungaran. Melalui lingkungan sekolah diharapkan kegiatan berbasis literasi dapat dilakukan. Program rutin membaca buku 15 menit pada awal pembelajaran, membuat ringkasan buku yang telah dibaca,  mempresentasikan hasil bacaan, dan pembelajaran berbasis literasi dapat kiranya diterapkan di sekolah. Pencanangan ini merupakan langkah awal dan komitmen dari Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang literat, yang mesti didukung oleh seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Semarang. *// Asih Winarto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANYAK DIMINATI

DAFTAR NPP (NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN)

  NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN   PENDAHULUAN Pasal 15 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan ...