Oleh : Asih
Winarto, S.I.Kom. )*
Retensi
kayawan berikut juga upaya untuk mempertahankan keberadaan karyawan telah
menjadi persoalan utama dalam banyak institusi pemerintahan akhir-akhir ini. Oleh
karena itu sangatlah penting bagi tiap institusi termasuk perpustakaan untuk
mengakui bahwa retensi karyawan merupakan masalah yang serius dan perlu untuk
mendapat perhatian secara berkelanjutan. Mengingat, upaya penambahan
karyawan melalui jalur formasi PNS sudah tidak memungkinkan lagi seiring
dikeluarkannya kebijakan moratorium pegawai.
Moratorium
merupakan kebijakan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
melaksanakan penundaan dalam proses penerimaan CPNS. Pada tahun 2010-2012 penghentian
total terhadap penambahan pegawai pernah kita bersama saksikan. Kemudian, pada
era Pemerintahan Jokowi-JK saat ini kita juga dihadapkan pada kebijakan yang sama, bahkan kebijakan
moratorium ini akan berlaku hingga tahun 2019 kecuali bagi kebutuhan guru dan
tenaga medis.
Istilah
retensi terkait dengan kebijakan rolling staf ataupun perputaran (turnover)
yang berarti proses karyawan bergeser dari posisi tertentu ke posisi yang lain
tapi masih dalam institusi yang sama dan atau meninggalkan institusi dan harus
digantikan dengan karyawan yang lain. Perputaran secara sukarela atau karyawan
meninggalkan perpustakaan karena keinginannya sendiri dapat disebabkan oleh
banyak faktor, termasuk peluang karier, gaji, pengawasan, geografi, dan alasan keluarga
/ pribadi. Pemeliharaan terhadap karyawan perpustakaan harus mendapat perhatian
yang serius. Jika pemeliharaan kurang diperhatikan, maka akan mempengaruhi semangat
kerja, sikap dan loyalitas. Pemeliharaan dimaksud adalah usaha untuk mempertahankan
dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap Sumber Daya Perpustakaan,
agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya
tujuan institusi.
Penelitian
tentang “Recruitment and retention in the public library a baseline study” yang dilakukan oleh Usherwood dan
kawan-kawan tahun 2000 dalam Endang Fitriyah
Manan, 2010 patut menjadi
salah satu bahan renungan tentang bagaimana seharusnya melihat permasalahan
retensi karyawan di perpustakaan. Disebutkan bahwa ada beberapa faktor
yang mendorong orang untuk meninggalkan bidang kepustakaan,
1. Kurangnya prospek karir di masa mendatang
sedikitnya kesempatan promosi merupakan hal yang mendorong mereka meninggalkan
pekerjaannya.
2. Pertimbangan kontrak kerja yang kurang memuaskan
nilai gaji yang rendah adalah alasan utama mereka meninggalkan pekerjaannya.
3. Karakteristik organisasi yang buruk pengaturan
sumber daya organisasi yang buruk.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan tugas
sehari-hari hanya sedikit yang menganggap tugas yang dilakukannya sebagai
pendorong karyawan meninggalkan pekerjaannya.
5.
Berbagai alasan pribadi diantaranya
adalah alasan keuangan, kondisi kerja yang memburuk, dan meningkatnya tekanan
pekerjaan.
Torrington dalam Ati Cahayani (2009) mengatakan, ada 5 macam
strategi retensi karyawan. Strategi retensi pertama adalah kompensasi.
Kompensasi dimasukkan sebagai strategi retensi pertama, karena hal ini sering
kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya
menyebabkan ketiadaan loyalitas. Tetapi bila kompensasi yang diterima sudah
sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka yang terjadi hanyalah pemeliharaan
tingkat kepuasan, bukan kepuasan yang meningkat pesat. Ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa upah yang baik hanya bisa mempertahankan karyawan bila ada
faktor lain yang juga membuat mereka senang. Contoh, selain mendapat upah yang
baik, karyawan akan setia pada perusahaan bila mereka memiliki lingkungan kerja
yang menyenangkan serta diberi kesempatan untuk mewujudkan aktualitasi diri
mereka. Berdasarkan informasi sejumlah informan, alasan mereka atau bawahan
atau rekan kerja mereka keluar dari tempat kerja mereka sebagian besar lebih
disebabkan oleh faktor lingkungan kerja dan ketiadaan harapan untuk promosi (dead-end
carrier).
Kedua, memenuhi harapan karyawan. Karyawan masuk ke dalam
organisasi dengan sejumlah harapan, antara lain harapan untuk mendapat promosi,
harapan untuk bekerja dengan tenang, harapan untuk mendapat imbalan yang sesuai
dengan tenaga yang telah dicurahkan. Pemenuhan harapan karyawan sebenarnya
termasuk di dalam kontrak psikologis. Menurut Armstrong (2000) dalam Ati
Cahayani (2009), dari sudut pandang karyawan, kontrak psikologis mencakup:
1.
Kepercayaan terhadap manajemen
organisasi untuk memenuhi janji mereka dalam menyampaikan kesepakatan;
2.
Bagaimana mereka diperlakukan secara
adil dan konsisten;
3.
Cakupan untuk menunjukkan kompetensi;
4.
Harapan karier dan peluang untuk
mengembangkan keterampilan;
5.
Keterlibatan dan pengaruh.
Strategi ketiga adalah induksi. Induksi terkait dengan masa
orientasi karyawan baru. Ada sejumlah tujuan induksi, yaitu membantu karyawan
baru untuk menyesuaikan emosinya dengan tempat kerja baru, menjadi wadah untuk menyampaikan
informasi dasar tentang organisasi, dan menyampaikan aspek kultural yang
dimiliki perusahaan, seperti kebiasaan yang ada di perusahaan itu (Torrington
et al., 2003, h. 219 dalam Ati Cahayani, 2009).
Strategi retensi keempat adalah praktik SDM yang memerhatikan
keluarga karyawan. Contoh, bila seorang karyawan yang sudah berkeluarga akan dipindahtugaskan,
pihak perusahaan harus mempertimbangkan nasib keluarga inti karyawan tersebut.
Satu solusi yang baik adalah, saat menugaskan karyawan yang sudah berkeluarga
ke luar kota, pihak perusahaan harus memikirkan akomodasi bagi keluarga
karyawan tersebut, setidaknya membantu mencarikan akomodasi bagi keluarga
karyawan itu.
Strategi retensi kelima adalah dalam bidang pelatihan dan
pengembangan karyawan. Penugasan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan
yang tidak adil pun bisa mengurangi loyalitas karyawan. Perusahaan harus
menyampaikan alasan yang masuk akal dan transparan saat akan mengirim karyawan
mengikuti pelatihan dan pengembangan. Tanpa transparansi, akan timbul
kecurigaan. Rasa curiga bisa memicu konflik, menghasilkan situasi kerja yang
tidak sehat, dan pada akhirnya mengurangi loyalitas karyawan.
Solusi-solusi
berikut ini menurut Mensah & Alemma (1997) dalam Endang Fitriyah Manan,
2010
adalah yang disarankan untuk mengurangi
tingkat turnover yang tinggi.
1. Wawancara “setelah-keluar” seharusnya
digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan penyebab sebenarnya yang
mengarah pada turnover ;
2.
Hubungan antar rekan kerja
(atasan-bawahan) harus diperbaiki ;
3. Prosedur rekrutmen dan seleksi harus
diperbaiki ;
4. Lowongan kerja harus diumumkan dengan tepat ;
5. Program pelatihan karyawan yang lengkap,
termasuk program-program khusus dan seminar, harus didesain untuk membantu para
profesional agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan terbaru dalam
kepustakaan ;
6. Staf profesional yang berada dalam posisi
administratif harus mencoba untuk mengikuti pelatihan manajemen ;
7. Seharusnya diadakan pengayaan pekerjaan atau
mendesain ulang pekerjaan sehingga karyawan dapat memiliki pekerjaan yang lebih
menarik, menantang dan memuaskan;
8. Aktivitas organisasi seharusnya diumumkan
(diiklankan) untuk menarik perhatian masyarakat tentang peran perpustakaan umum
dalam pengembangan bangsa ;
9. Teknologi informasi yang baru seharusnya
diperkenalkan untuk membantu memaksimalkan kemampuan kerja, khususnya di bidang
katalogisasi ;
10. Mekanisme penyampaian keluhan untuk
karyawan yang tidak diwakili oleh serikat pekerja harus dijalankan ;
11. Promosi seharusnya dilaksanakan berdasarkan
informasi kualitatif dimana potensi karyawan dinilai dengan tepat dan tidak
hanya berdasarkan senioritas maupun masa kerja.
*)
Penulis adalah : Pustakawan Muda pada KPAD Kabupaten Semarang.
Daftar
Pustaka
1.
Ati
Cahyani. Strategi dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan
Kedua, PT Indeks, Jakarta Barat, 2009.
2.
Endang
Fitriyah Mannan. Retensi Pustakawan: Studi Kasus Pustakawan Sekolah di
Surabaya. Fakultas Ilmu Budaya. Magister Ilmu Perpustakaan. Universitas
Indonesia. Depok, 2010. Tidak dipublikasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar