PERPUSTAKAAN
DALAM PERADABAN ISLAM
Oleh : Asih Winarto, S.I.Kom. )*
Islam menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap Ilmu Pengetahuan. Telah diketahui bahwa Islam ada dan hadir
sejak turunnya Surat Pertama Al-‘Alaq kepada Nabi Muhammad S.A.W. Ayat itu
berbunyi perintah membaca : Bacalah!.
Sementara itu, Dalam hadits, Nabi mewanti-wanti pentingnya ilmu dan
pengetahuan. Bahkan Nabi menandaskan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua
orang muslim dan muslimah. Apa yang diajarkan oleh Nabi pada gilirannya menjadi
panutan bagi seluruh generasi islam setelahnya. Aktivitas membaca tentu
membutuhkan adanya suatu sumber bacaan dan juga tempat untuk mengakses buku. Dengan
demikian sudah seharusnya masyarakat islam lebih akrap dengan dunia buku, mencintai
ilmu, dan juga peduli akan keberadaan perpustakaan mengingat perintah membaca
telah hadir lebih dari 14 abad yang
lalu.
Dalam peradaban Islam, institusi dan pusat-pusat ilmiah menjadi perhatian luar biasa. Peninggalan budaya yang sangat berharga dari abad ke abad mencerminkan kecemerlangan peradaban Islam. Bahkan lembaga-lembaga itu dapat dikatakan sebagai pondasi utama masyarakat Islam. Eko Prawoto menyatakan bahwa “sesuatu yang pernah hidup lama, pasti ada kebenaran di dalamnya“. Demikian halnya dengan peradaban Islam. Sismarni dalam Perpustakaan Islam Pereode Klasik menyatakan bahwa perpustakaan dalam Islam telah ada sejak pada zaman klasik, tepatnya pada masa pemerintahan dinasti Umaiyah. Jenis perpustakaan pada masa itu adalah perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh Khalid ibnu Yazaid, ada juga perpustakaan semi umum yaitu perpustakaan yang dimiliki oleh para Khalifah, dan para pembesar, serta beberapa perpustakaan umum yaitu perpustakaan Masjid.
Awal perkembangan Islam, masjid-masjid dibangun di berbagai kota yang juga dilengkapi dengan perpustakaan. Di antaranya Masjid al-Aqsha, Masjid Jami Umawi, Masjid Jami al-Kabir dan Masjid Jami al-Azhar. Sementara itu, Badri Yatim MA dalam sejarah peradaban Islam menjelasan bahwa Baghdad, Kairo (Mesir), Isfahan (Persia), Andalus (Spanyol), Samarkhand dan Bukhara (Tansoxania) adalah pusat-pusat peradaban Islam kala itu. Kotanya dibangun dengan megah, mengandalkan seni arsitektur bercita rasa tinggi. Gedung-gedung megah menghiasai kota, jalan-jalan asri dan teratur menambah apik potret peradaban islam, gedung perpustakaan yang mewah adalah kebanggan masing-masing kota menandakan supremasi ilmu pengetahuan.
Kota suci (Haram Makkah) telah terdapat perpustakaan besar seperti Masjidul Haram, Haram Nabawi, Haram Imam Ali, Haram Imam Musa bin Jakfar, dan Haram Imam Ali ar-Ridho. Selain itu juga sudah ada rumah sakit yang dilengkapi dengan perpustakaan seperti Rumah Sakit Qosath di Mesir, al-Kabir Mansouri di Kairo, dan Motadari di Baghdad. Keilmuan pada masa Dinasti Abasyiah bisa dikatakan mencapai puncaknya. Seluruh ilmu dan pengetahuan dari berbagai wilayah diterjemahkan, dikumpulkan dan dipelajari. Untuk mewadahi itu semua, dibentuklah lembaga bernama “Bayt al-Hikmah”, semacam prototipe perpustakaan di zaman sekarang. Semua literatur dikumpulkan dalam satu tempat dengan tujuan agar semua orang bisa mempelajari. Bayt al-Hikmah tidak ambil pusing dengan perbedaan agama, kesadaran pentingnya ilmu pengetahuan meninggalkan sentimen beda agama. Mereka berpandangan bahwa tidak ada buku Islam, tidak ada pula ilmu kafir dan ilmu Islam. Ilmu pengetahuan menurutnya netral tidak berjenis kelamin.
Moh Rif’an dalam Sejarah Perpustakaan Islam : Perintisan, Peranan, hingga kemunduran menyataan bahwa bahan perpustakaan yang cukup banyak berupa mushaf Al-Qur’an mapun hadits dan karya-karya terjemahan mendorong penguasa pada waktu itu untuk mendirikan perpustakaan. Perpustakaan bukan saja berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku, tetapi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Buku-buku di perpustakaan tidak hanya berasal dari penulis bangsa Arab, tapi juga dari penulis luar yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Seorang ulama senior, Dr. Mustafa As-Siba’I dalam salah satu karyanya yang berjudul Min Rawa’ii Hadharatina mengemukakan berbagai kisah perkembangan ilmu dan perpustakaan di dunia Islam. Dalam bukunya, beliau kisahkan bahwa Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2.000 dinar setiap bulan bagi para penerjemah dan penyalin buku. Al-Ma’mun senantiasa memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam Bahasa Arab. Hal ini membuktikan betapa berharganya penyebaran ilmu dalam pengembangan peradaban suatu bangsa. Pada masa Harun al-Rasyid institusi perpustakaan bernama Khizanah al Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak tahun 815 M, al-Makmun mengembangkan Lembaga itu dengan mengubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa itu Bait al-Hikmah di gunakan secara lebih maju, yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Bizantium, Etiopia, dan India. Direktur perpustakaanya adalah seorang nasionalis persia dan ahli Pahlevi, yaitu Sahl ibn Harun. Pada masa al-Makmun, Bait al-Hikmah ditingkatkan lagi fungsinya menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
MEMBANGUN PERADABAN MELALUI PERPUSTAKAAN
Setelah sekian lama peradaban islam mengalami kemunduran dan selalu menjadi sub ordinat dari peradaban barat. Sudah saatnya sekarang untuk bangkit dan merintis kembali peradaban yang sejalan dengan perintah iqra’ melalui perpustakaan sebagai agen untuk mencerahkan, membuat terang benderang peradaban yang telah lama menjelma menjadi kemiskinan, kejumudan, dan kebodohan. Kemerosotan kebudayaan islam sebenarnya adalah akibat dari melemahnya etos keilmuwan. Disamping itu juga diakibatkan karena buku dan perpustakan tidak lagi menjadi orientasi kehidupan umat, justru mereka terperangkap dalam kecintaan kepada materi dan sikap hedonistik. Bukankah perpustakaan merupakan barometer kemajuan suatu bangsa, artinya maju dan mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari perpustakaannya, termasuk Indonesia dengan jumlah muslim terbanyak di dunia.
Membangun peradaban, berarti kembali mempelajari ilmu dan pengetahuan. Untuk memfasilitasi hal tersebut langkah yang sudah teruji sejarah adalah dengan membangun perpustakaan. Sejarah telah membuktikan hubungan sebab akibat yang tak terbantahkan antara kemajuan peradaban suatu bangsa dengan keberadaan perpustakaan di tengah masyarakatnya. Perpustakaan merupakan mediator munculnya gairah intelektual yang tinggi yang kemudian akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menjadi titik tolak kemajuan peradaban suatu bangsa. Ditemukan di berbagai literatur yang mengisaratkan bahwa bila ingin menghancurkan suatu bangsa, maka cukuplah dengan menghancurkan pusat peradabannya, yaitu perpustakaannya. Untuk itu sudah saatnya merajut kembali peradaban yang telah sekian lama terlupakan melalui pembangunan, penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan baik itu di tempat ibadah, lembaga pendidikan, maupun tempat-tempat publik.
Membangun dan mengembangkan perpustakaan yang baik memang membutuhkan dan menghabiskan dana yang cukup besar, dan sebaliknya tidak akan menghasilkan uang dalam waktu singkat. Namun sebagai imbalannya, dana yang habis itu akan menjadi semacam investasi yang akan kembali dalam bentuk sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Perpustakaan yang bagus dan sumber daya manusia yang berkualitas pada gilirannya akan menjadi motor penggerak pembangunan bagi perkembangan kemajuan suatu bangsa dan negara, menuju pada tataran peradaban yang lebih maju lagi bermartabat. Mengambil hikmah dari perjalanan umat islam dahulu, maka untuk mengejar ketertinggalan dan membangkitkan kembali peradaban yang lalu, umat islam sekarang harus menumbuhkan kembali semangat keilmuan, kecintaan pada membaca, dan memberikan perhatian yang serius terhadap pembangunan dan pengembangan perpustakaan. Bukannya para pendiri negeri ini telah berwasiat agar kita mengisi kemerdekaan ini dengan membangun jiwa dan raga seluruh rayat di negeri ini demi terwujudnya Kejayaan Indonesia Raya. Dengan masyarakat yang cerdaslah, peradaban dapat dibangun dengan megah. Melalui pembangunan perpustakaan diharapkan masa keemasan cepat tercapai, demi kemaslahatan kehidupan yang bermartabat sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih dahulu maju. Jayalah Bangsaku, Majulah Negeriku.
*)
Asih Winarto, S.I.Kom.
Pustakawan pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Semarang
Asih Winarto, S.I.Kom.
Pustakawan pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Semarang
Sumber :
Moh Rif’an.
2009. Sejarah Perpustaaan Islam : Perintisan, Peranan, hingga kemunduran. http://www.islamedia.web.id/2012/09/sejarah-perpustakaan-islam-perintisan.html.
Diunduh pada hari Rabu, 14 Agustus 2013.
Sismarni. 2009. Perpustakaan Islam
pereode klasik. Sumber
: http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/08/perpustakaan-islam-periode-klasik.html.
Diunduh pada hari Rabu, 14 Agustus 2013.
Yatim, Badri.
2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Radja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar