PERPUSTAKAAN
DESA / KELURAHAN
“ Pembentukan
dan Kendala yang dihadapi “
Oleh : Asih Winarto )*
Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia, baik yang
bermukim di Kota maupun di Desa. Wilayah
Indonesia terdiri kurang lebih sekitar 68.000 Desa dan 5.864 Kelurahan dengan
jumlah penduduk sekitar 202 juta jiwa, sekitar 60-70%nya hidup di pedesaan. Jumlah
penduduk desa yang begitu besar merupakan modal dasar pembangunan, jika dibina
dengan sebaik-baiknya.
Salah satu kebijakan yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah pada
saat ini dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan informasi
untuk meningkatkan kecerdasan bangsa serta meningkatkan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, yaitu melalui penyediaan dan
penyelenggaraan perpustakaan desa/keluarahan. Perpustakaan sebagai penyedia
layanan bacaan bagi masyarakat menjadi representasi utama untuk mengukur
tingkat minat baca masyarakat, seberapa banyak perpustakaan yang tersedia di
suatu negeri, bagaimana fasilitasnya, berapa rasio masyarakat yang menjadi
anggota perpustakaan, serta berapa banyak rata-rata buku dipinjam setiap
harinya.
Perpustakaan
desa / kelurahan mempunyai peran sangat strategis dalam meningkatkan taraf
hidup masyarakat, sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi
masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab dalam mendudukung penyelenggaraan pendidikan
nasional, serta merupakan wahana pelestari kekayaan budaya bangsa, hal ini
sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar
1945 yaitu sebagai wahana mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih lanjut pada Pasal 28 huruf F UUD 1945 juga dijelaskan bahwa :
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi, dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Dari total desa dan kelurahan yang ada di
Indonesia baru sekitar 10 % yang sudah memiliki perpustakaan ( Data Nasional ).
Berdasarkan pendataan perpustakaan yang diadakan oleh Kantor Perpustakaan
Daerah Kabupaten Semarang pada tahun 2007 diperoleh suatu gambaran bahwa Jumlah Desa / Kelurahan di wilayah Kabupaten
Semarang sebanyak 235 Desa/Kelurahan yang telah menyelenggarakan perpustakaan
desa / kelurahan sebanyak 27
Desa/Kelurahan atau sekitar (11,5%). Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 208
belum menyelenggarakan perpustakaan desa/kelurahan, atau sekitar (88,5% ). Bila
dibanding dengan data nasional memang kondisi tersebut sedikit lebih baik.
Namum keadaan yang demikian sebenarnya merupakan suatu kondisi yang sangat
memprihatinkan dalam rangka pengembangan minat baca masyarakat.
Pengertian Perpustakaan
Menurut Undang-Undang RI Nomor
43 Tahun 2009 tentang Perpustakaan.
” Perpustakaan adalah institusi pengelola karya tulis, cetak,
dan/atau rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi para pemustaka ”.
Menurut
Keputusan Menteri Dalam Negeri & Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan
Desa dan Kelurahan.
” Perpustakaan adalah wadah penyedia bahan bacaan sebagai salah
satu sumber belajar bagi masyarakat dalam rangka mencerdaskan &
memberdayakan masyarakat, serta menunjang pelaksanaan pendidikan nasional ”.
Menurut
Perpustakaan Nasional R.I, Buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Desa
: i
” Perpustakaan Desa/Kelurahan adalah
perpustakaan masyarakat sebagai salah satu sarana / media untuk meningkatkan
dan mendukung kegiatan pendidikan masyarakat pedesaan yang merupakan bagian
integral dari kegiatan pembangunan desa / kelurahan ”.
Fungsi Perpustakaan Desa / Kelurahan
Adapun fungsi utama dari
perpustakaan desa / kelurahan adalah sebagai pusat sumber belajar bagi
masyarakat pedesaan. Disamping itu, juga mempunyai beberapa fungsi strategis dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pertama, sebagai tempat pembelajaran
seumur hidup (life-long learning). Perpustakaan merupakan tempat dimana semua
lapisan masyarakat dari segala umur, dari balita sampai usia lanjut bisa terus
belajar tanpa dibatasi usia dan ruang-ruang kelas. Banyak program pemerintah,
seperti pemberantasan buta huruf dan wajib belajar, akan jauh lebih berhasil
seandainya terintegrasi dengan perpustakaan desa/kelurahan. Apabila di sekolah
seorang anak diajar agar tidak buta huruf dan memahami apa yang dibaca. Maka di
perpustakaan desa / kelurahan, seseorang diajak untuk terbuka wawasannya, mampu
berpikir kritis, mampu mencermati berbagai masalah bersama dan kemudian
bersama-sama dengan anggota komunitas yang lain mencarikan solusinya.
Kedua, sebagai katalisator perubahan
budaya. Perubahan perilaku masyarakat pada hakikatnya adalah perubahan budaya
masyarakat. Perpustakaan desa / kelurahan merupakan tempat strategis untuk
mempromosikan segala perilaku yang meningkatkan produktifitas masyarakat. Individu
komunitas yang berpengetahuan akan membentuk kelompok komunitas berpengatahuan.
Perubahan pada tingkat individu akan membawa perubahan pada tingkat masyarakat.
Komunitas yang berbudaya adalah komunitas yang berpengetahuan dan produktif.
Komunitas yang produktif mampu melakukan perubahan dan meningkatkan taraf
hidupnya menjadi lebih baik. Ketiga, sebagai jembatan komunikasi antara
masyarakat dan pemerintah. Dari semua pengetahuan komunitas yang
didokumentasikan di perpustakaan desa / kelurahan, fungsi perpustakaan
berikutnya adalah melakukan kemas ulang informasi, kemudian memberikan kepada
para pengambil keputusan sebagai masukan dari masyarakat. Dengan begini
masyarakat akan punya posisi tawar yang lebih baik dalam memberikan
masukan-masukan dalam pengambilan kebijakan publik.
Dalam melaksanakan peran dan fungsi
di atas, perpustakaan desa / kelurahan tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada
dukungan dari berbagai pihak, baik masyarakat umum maupun pemerintah daerah setempat.,
hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Perpustakaan Nomor: 43 Tahun 2007
bahwa pemerintah menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di
wilayah kerjanya.
Adapun
kendala yang sering dijumpai dalam penyelenggaraan perpustakaan desa/kelurahan
diantaranya adalah (1) sarana dan prasarana perpustakaan desa/kelurahan kurang
memadahi (2) kurangnya dukungan dana operasional perpustakaan desa/kelurahan
(3) belum tersedianya tenaga khusus yang menangani perpustakaan “pustakawan”
(4) terbatasnya koleksi yang dimiliki (5) status kelembagaan perpustakaan belum
dibentuk.
Untuk
meminimalisir kendala tersebut maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis
ke depan agar perpustakaan desa / kelurahan dapat berjalan sebagai mana
fungsinya.
Pertama, pembentukan perpustakaan harus
segera ditindaklanjuti dengan status organisasi kelembagaannya. Selama ini
perpustakaan desa / kelurahan melaksanakan fungsi-fungsi penyelenggaraan
perpustakaan tanpa dibarengi dengan adanya regulasi status kelembagaan yang
jelas, sehingga untuk keberlanjutan penyelenggaraannya sering tidak dapat
berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan perpustakaan itu sendiri pada
hakekatnya adalah sebuah organisasi yang terus berkembang. S.R. Ranganathan (1892-1972)
dalam Five Laws of Library Science, pasal ke 5, bahwa organisasi
perpustakaan harus mengakomodasi adanya suatu pertumbuhan. Pertumbuhan
membutuhkan fleksibelitas dalam berbagai hal termasuk di dalamnya mengenai
manajemen koleksi, penggunaan ruangan, rekrutmen, penyebaran staf, anggaran dan
jenis layanan kepada pengguna perpustakaan. Membiarkan perpustakaan tanpa
adanya kelembagaan yang jelas akan membuat sakit, dan mungkin bahkan
membunuhnya. Dan apabila itu terjadi maka pemerataan akses informasi kepada
masyarakat di pedesaan akan sulit terwujud.
Kedua,
melakukan kemitraan dengan berbagai fihak untuk bersama-sama berupaya untuk
ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan perpustakaan desa.
Harus disadari bersama bahwa upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
tugas bersama seluruh komponen masyarakat, untuk itu sudah selayaknya apabila
dalam melakukan upaya-upaya penyelenggaraan perpustakaan desa melibatkan semua
kompunen masyarakat di wilayah desa. Disamping itu, kerjasama antar
perpustakaan perlu juga dilakukan. Dalam
rangka membumikan budaya baca sering kali perpustakaan bekerja sendiri-sendiri
sehingga gregetnya tidak dapat terbaca secara menyeluruh. Lain halnya, kalau
kegiatan itu dapat disinergikan dengan komponen-komponen masyarakat yang juga
mempunyai visi dan misi yang sama dalam hal pemberdayaan masyarakat, dan yang
terpenting agar masing-masing dapat saling memposisikan diri dalam upaya
bersama-sama mewujudkan semarak budaya baca dan pemerataan akses informasi
secara literasi di bumi serasi. Smoga.
*) ASIH
WINARTO
Praktisi
Perpustakaan dan Pustakawan di Unit Pelayanan Perpustakaan Umum Ambarawa
DAFTAR PUSTAKA
1. Panduan Koleksi Perpustakaan Umum. Jakarta : Perpistakaan Nasional Republik Indonesia,
1992.
2. BASUKI, Sulistyo. Periodisasi
perpustakaan Indonesia, Bandung : Rosdakarya, 1994
3. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Desa, Jakarta :
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2000.
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun
2001 tentang Perpustakaan Desa dan Kelurahan
5. SUTARNO NS. Perpustakaan dan Masyarakat, Jakarta : Yayasan
Obor, 2003
6. LASA HS.Manajemen Perpustakaan, Yogyakarta : Gama Media
2005.
7. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor : 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
8. FA. WIRANTO. Perpustakaan dalam dinamika pendidikan dan
kemasyarakatan, Semarang : UNIKA Soegijapranata, 2008.
9. S.R. RANGANATAN, The Five
Laws of Liberary Science.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar